jpnn.com - JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) didesak menyerahkan temuan audit terhadap Kementerian Keuangan pada penegak hukum. Audit itu terkait pengadaan tak sesuai rencana dalam anggaran belanja barang dan belanja modal di Kemenkeu pada periode 2013-2014. Hasil audit itu menemukan potensi kerugian negara yang cukup besar.
Pengamat hukum pidana Universitas Islam Indonesia Mudzakir mengatakan, temuan yang bersumber dari BPK dan diduga ada tindak pidana maka harus diserahkan kepada penegak hukum.
BACA JUGA: Tito Karnavian, Bung Karno, dan Presiden Yugoslavia
"Kalau atas permintaan penegak hukum diserahkan juga ke aparat penegak hukum. Hasilnya, ya sesuai prosedur yang diatur UU berhubungan dengan audit investigatif," kata Mudzakir, Rabu (15/6).
Dia menjelaskan, jika sudah menjadi hasil audit BPK, maka itu artinya ada dugaan terjadinya tindak pidana. Karena itu penyidik harus melakukan penyidikan.
BACA JUGA: Kementerian ATR Sudah Lebih 1,5 Tahun Bekerja, Mana Hasilnya?
"Penyidik kalau belum yakin harus melakukan audit investigasi," lanjutnya.
Sementara itu Guru besar Trisakti, Andi Hamzah berpendapat temuan BPK harus dipastikan apakah benar merugikan negara atau tidak. Hal itu untuk meyakinkan tidak adanya terjadi penggelapan berdalih pengalihan anggaran.
BACA JUGA: Prajurit TNI Siaga 24 Jam Di Sini, Warga Silakan Mampir
"Diperiksa saja apakah temuan itu merugikan negara atau tidak. Kalau anggaran ini untuk A dipakai untuk B, memang tidak boleh," ujar mantan anggota tim perumus KUHP itu.
Menurutnya, dulu ada keputusan Makhamah Agung kalau anggaran dialihkan tujuannya itu berarti penggelapan. Oleh sebab itu, tergantung BPK di mana akan memperdalam hasil auditnya. Tinggal memberikan itu pada penegak hukum.
Sebelumnya diberitakan, hasil pemeriksaan BPK menemukan pada belanja barang dan belanja modal di lingkungan Sekretaris Jenderal dan Ditjen Perbendaharaan Tahun Anggaran 2013-2014 ditemukan banyak hal yang tak wajar.
Misalnya saja, ditemukan pemborosan sebesar Rp 13,22 miliar untuk sembilan pengadaan dengan nilai kontrak sebesar Rp 43,52 miliar. Kemudian kelebihan pembayaran sebesar Rp 4,88 miliar untuk enam pengadaan dengan nilai kontrak sebesar Rp 35,15 miliar.
BPK juga menemukan adanya pengadaan barang tidak sesuai spesifkasi kontrak sebesar 725,75 juta untuk satu pengadaan dengan nilai kontrak sebesar Rp 5,32 miliar. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tito Karnavian, tak Mau Mati Meski Kena Tembakan
Redaktur : Tim Redaksi