BPOM Diminta Bersikap Adil Terkait Pelabelan BPA

Jumat, 10 Juni 2022 – 12:58 WIB
Kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan. Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) disarankan agar lebih cermat terkait dengan rencana pelabelan Bisfenol-A (BPA) pada air minum kemasan guna ulang.

Direktur Indonesia Food Watch, Pri Menix Dey mengatakan, apabila hendak mengimplementasikan pelabelan BPA secara mandatori, seharusnya berlaku pada seluruh produk makanan dan minuman (mamin).

BACA JUGA: CLBK Dengan Steven Rumangkang? Angelina Sondakh: Yang Penting Allah yang Kasih

Pasalnya, risiko migrasi BPA paling tinggi justru ada pada makanan atau minuman kemasan kaleng, bukan pada kemasan air minum guna ulang berbahan polikarbonat.

"Karena galon polikarbonat bisa menahan risiko migrasi itu. Yang paling tinggi risiko migrasi BPA justru ada pada produk konsumsi kemasan kaleng," kata dia.

BACA JUGA: Kurangi Biaya Logistik, Pelindo Fokus Percepat Waktu Bongkar Muat

Selain itu, rencana pelabelan BPA hanya pada air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat menguatkan kecurigaan.

Apalagi perubahan kebijakan dilakukan dengan sangat tertutup.

BACA JUGA: Pacific Garden Bakal Soft Launching Apartemen di Alam Sutera, Catat Tanggalnya

Revisi peraturan BPOM No. 31/2018 tentang Label Pangan Olahan menurutnya, juga hanya fokus untuk pelabelan BPA (narasi negatif) terhadap kemasan galon berbahan Polikarbonat (PC).

Sebaliknya, rencana revisi aturan yang sama mengandung kejanggalan karena untuk produk air kemasan dengan galon sekali pakai berbahan PET dibolehkan menggunakan label bebas BPA (narasi positif).

Faktanya, galon sekali pakai yang diproduksi segelintir produsen AMDK itu menggunakan bahan Polietilena Tereftalat (PET), yang sama-sama berpotensi tercemar bahan kimia asetaldehida dan etilen glikol dan mikroplastik.

"Ada apa dengan BPOM? Seharusnya ada keadilan atau regulasi yang berlaku umum dan tidak menyasar sektor tertentu. Tak berlebihan menyimpulkan bahwa BPOM berada dalam tekanan," ujarnya.

Menix menambahkan, berdasarkan kajian ilmiah, potensi migrasi BPA pada galon berbahan polikarbonat berada pada level 80 derajat celcius, sehingga masih memiliki daya tahan untuk menahan risiko tersebut.

Di sisi lain, polikarbonat banyak digunakan sebagai bahan dasar sejumlah perangkat kemasan produk makanan dan minuman kaleng, termasuk botol susu bayi. Bahan ini acap digunakan sebagai pelindung pada bagian dalam kemasan tersebut.

"Sangat aneh apabila BPOM hanya mewajibkan pelabelan BPA pada galon air minum. Jadi harus bersikap adil untuk semua sektor. Seandainya ada pelabelan BPA, harus diterapkan pada semua produk yang memiliki risiko, tidak hanya air minum galon," ungkap Menix.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler