BRAKK Minta RUU Minuman Beralkohol Dikaji Kembali

Senin, 03 Agustus 2015 – 22:39 WIB
Ilustrasi.

jpnn.com - JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol atau biasa dikenal minuman keras telah rampung pada tahap pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan di tingkat Panja Badan Legislasi di DPR RI.

Namun, Koordinator Barisan Rakyat Anti Korupsi dan Kriminalisasi (BRAKK) Hans Suta Widhya mengatakan, RUU Minol tersebut harus dikaji kembali sebelum disahkan menjadi UU. Sebab, RUU Minol harus memperhatikan berbagai aspek seperti pendapatan negara, dan ketenagakerjaan.

BACA JUGA: Garuda Jadi Maskapai Karyawan Standard Chartered Bank

"Sebelum disahkan sebaiknya RUU ini harus dikaji kembali. Sebab, aspek pendapatan negara dan ketenagakerjaan harus dipikirkan sebelum RUU ini disahkan menjadi Undang-undang," kata Hans, Senin (3/8), di Jakarta.

Hans mengaku sepakat efek negatif dari minol atau miras memang harus diperhatikan agar tidak berdampak buruk terhadap masyarakat. Namun, tegasnya, aspek ketenagakerjaan dan lapangan pekerjaan juga harus dilihat bila pelarangan total produksi dan distribusi miras dilakukan karena bisa memunculkan jutaan pengangguran baru.

BACA JUGA: Asyikk.. HUT RI, BUMN Bertabur Diskon dan Kejutan

"Karena itu saya menyarankan agar RUU tersebut tidak berjudul pelarangan tetapi pengendalian minol atau miras," kata Hanz.

Ia yakin, dengan pengendalian maka efek negatif dari miras atau minol itu sendiri bisa ditekan dengan tidak menumbalkan jutaan tenaga kerja yang bekerja di sektor terkait.

BACA JUGA: Ambil Alih Proyek Tol Pemalang-Batang, Waskita Siapkan Rp 5 T

Dijelaskan Hans, berdasar riset CSIS 2015,  pelarangan total seperti produksi dan konsumsi berakibat hilangnya pendapatan negara sebesar Rp 21,82 triliun atau setara 0,11 persen dari GDP meliputi seluruh sektor terkait.

Jumlah tersebut tidak termasuk pendapatan cukai minuman beralkohol sebesar Rp 4,9 triliun (2014) atau Rp 6 triliun (target 2015).

"Bahkan, pendapatan dari sektor jasa restoran dan perhotelan akan hilang Rp 1,4 triliun karena aktifitas produksi dan distribusi terhenti," jelas Hans.

Tak hanya itu, Hans melanjutkan, lebih dari 100 ribu tenaga kerja akan kehilangan pekerjaan yang meliputi tenaga kerja langsung dan tenaga kerja sektor terkait, seperti pengangkutan, distribusi, hingga pertanian. Sebab, bila distribusi minol atau miras dihentikan secara total, pengurangan tenaga kerja terbanyak justru berada di sektor agriculture (pemasok bahan baku minol) dan jasa.

"Bahkan, pelarangan total justru akan memicu pasar ilegal minuman beralkohol yang lebih besar dan susah dikontrol. Dengan demikian, sebaiknya RUU tersebut tidak berjudul pelarangan tetapi pengendalian," pungkasnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bupati/Wako Diminta Siapkan Data Rumah tak Layak Huni


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler