Brexit Kacau, Inggris di Ambang Malapetaka

Rabu, 16 Januari 2019 – 02:20 WIB
Warga pro-Uni Eropa saat aksi demonstrasi menuntut referendum ulang Brexit di London, Foto: Reuters

jpnn.com, LONDON - Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May mengeluarkan senjata pemungkasnya menjelang voting parlemen. Sebuah jaminan tertulis dari Uni Eropa (UE) bahwa kebijakan backstop tidak akan permanen.

Tapi, korespondensi May dan UE yang kemarin, Senin (14/1), dirilis ke publik itu tidak membuat parlemen puas.

BACA JUGA: Partai Oposisi Inggris Pecah Gara-Gara Brexit

"Ada oknum di Westminster (gedung parlemen) yang ingin menunda dan bahkan membatalkan Brexit (British Exit)," kata May dalam pidatonya di hadapan para buruh di Kota Stoke-on-Trent sebagaimana dilansir Reuters.

Tapi, dia tidak akan menyerah. Brexit tidak boleh batal. Jika perlu, Inggris akan nekat meninggalkan UE tanpa kesepakatan. Artinya, dia memilih opsi no-deal Brexit yang berisiko tinggi.

BACA JUGA: Amerika Serikat Ikut Memprotes Kesepakatan Brexit

Hengkang dari UE tanpa kesepakatan sama saja rugi. "Ini malapetaka. Realistis saja," kata mantan Jaksa Agung Dominic Grieve, politikus Partai Konservatif, kepada Sky News.

Tanpa kesepakatan yang jelas, Brexit akan memicu status darurat di Inggris. Sebab, roda pemerintahan tidak akan bisa bergerak. Lembaga-lembaga penting tidak akan bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

BACA JUGA: Pendukung Brexit Mulai Panik

Dewan Kent County menyatakan bahwa no-deal Brexit akan membuat layanan publik macet. "Tidak akan ada yang mengurus mayat. Arus lalu lintas akan kacau dan para siswa tidak akan sampai ke sekolah tepat waktu," ungkap jubir dewan tersebut kepada The Week.

Dalam surat resminya ke UE, May meminta Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker dan Presiden Dewan Eropa Donald Tusk menetapkan batas waktu penerapan backstop.

"Saya telah berjanji kepada parlemen untuk menuntaskan seluruh detail terkait backstop pada akhir 2021," tulis perempuan 62 tahun itu sebagaimana dilansir The Guardian.

Tapi, UE keberatan. Mereka tidak mau terpaku pada waktu. Yang jelas, backstop tidak akan berlangsung selamanya. Kebijakan backstop diterapkan agar perceraian Inggris dan UE tidak membuat Republik Irlandia dan Irlandia Utara (yang merupakan bagian dari Inggris) kacau.

Juncker dan Tusk lantas usul supaya Inggris dan UE menggelar pertemuan rutin per semester untuk mengevaluasi backstop. Juga, menjajaki solusi alternatif yang sifatnya permanen di area yang terdampak backstop itu.

"Kami akan mencari seluruh solusi teknologi untuk menyelesaikan masalah ini." Demikian jawaban tertulis Juncker dan Tusk dalam surat balasan untuk May.

Meski tak ideal, UE berusaha memberikan jaminan kepada Inggris soal kesepakatan backstop yang tidak akan merugikan pemerintahan May. Namun, hal itu tidak membuat Ketua Partai Buruh Jeremy Corbyn luluh. Sebaliknya, dia malah menjadi lebih lantang menolak draf kesepakatan final soal Brexit.

Buruh juga sudah punya rencana lanjutan pascavoting hari ini. Mereka yakin May akan kalah. Karena itu, mereka ancang-ancang menjegal ketua Partai Konservatif itu dengan mosi tidak percaya. "Jangan khawatir, kami akan melakukan itu dalam waktu dekat," ujarnya kepada BBC.

Ketua Partai Liberal Democrat Sir Vince Cable juga ikut-ikutan bersuara. Menurut dia, pilihan terbaik untuk keluar dari kemelut Brexit adalah menggelar referendum kedua. Referendum ulang itu berpotensi memperbaiki kondisi Inggris. Tapi, referendum tersebut juga sangat berpeluang membatalkan Brexit.

"Bahasa putus asa PM May menunjukkan bahwa dirinya sedang panik. Brexit tanpa kesepakatan adalah bencana. Dan, kami berusaha mencegah itu," ujar Cable. (bil/c17/hep)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Theresa May Berpotensi Terjegal Backstop


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Brexit   Inggris   Theresa May  

Terpopuler