JAKARTA - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PAN Muhammad Najib menduga telah terjadi mark up pembelian pesawat Sukhoi SU-30MK2 dari Rusia. dia menduga, pembelian enam pesawat Sukhoi SU-30MK2 dengan harga yang jauh di atas harga pasaran akibat terjadinya mark-up.
Dijelaskannya, salah satu penyebab dugaan terjadi mark up karena proses pembeliannya melibatkan broker sehingga terjadi selisih harga pembelian enam Sukhoi SU-30MK2, sebesar 56,7 juta dolar Amerika Serikat atau setara dengan 538,6 miliar rupiah.
"Dalam pengadaan tahun 2010, nilai pembelian Sukhoi dari produsen yang sama hanya berkisar 55 juta dolar AS. Jika harga kesepakatan adalah 500 juta dolar AS untuk enam Sukhoi, ini artinya harga per satu Sukhoi adalah 83 juta dolar AS," kata Muhammad Najib, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Senin(26/3)
Menurut politisi PAN ini, pembelian enam Sukhoi tentu akan kompetitif jika transaksi dilakukan langsung oleh Kemhan dengan produsen Sukhoi, Rosoboronexport.
"Faktanya, Kemhan membeli Sukhoi melalui pihak ketiga, yakni PT Trimarga Rekatama, hingga harganya menjadi lebih mahal dibanding harga yang dibeli langsung oleh negara bersangkutan.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani juga mengatakan hal yang sama. Menurut dia, keterlibatan pihak ketiga, yakni PT Trimarga Rekatama, membuat harga Sukhoi per unit melambung dari 55 juta dolar AS pada 2010 menjadi 83 juta dolar AS pada 2011.
"Dari skema pembiayaan dengan kredit ekspor, agen mendapatkan fee 15-20 persen dari harga barang. Sehingga berpotensi kerugian negara lebih dari 1 triliun rupiah," ujar Ahmad Muzani.
Menyikapi dugaan mark up tersebut, Sekjen Departemen Pertahanan (Dephan) Marsekal Madya (Purn) Suprihadi dalam raker dengan Komisi I DPR membantah terjadi mark up dalam pembelian Sukhoi itu.
"Perbedaan harga Sukhoi saat ini lebih disebabkan adanya penyesuaian inflasi yang dilakukan pihak produsen pesawat itu," kata Suprihadi. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dana Kesehatan Minim, Genjot Peran UKS
Redaktur : Tim Redaksi