JAKARTA - PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) menetapkan suku bunga kredit single digit untuk jenis KPR (kredit pemilikan rumah) dan KPA (kredit pemilikan apartemen) mulai 11 Januari 2012. Membaiknya fundamental ekonomi Indonesia ditandai dengan penurunan BI Rate menjadi landasan bank plat merah ini untuk menurunkan bunga kredit.
Direktur Utama BBTN, Iqbal Latanro, mengatakan telah ditetapkan sebesar 9,00 persen untuk suku bunga kredit di atas Rp 350 Juta dan suku bunga 9,75 persen untuk kredit di bawah Rp 350 Juta. "Untuk merespon pasar dan sebagai momen yang baik di awal tahun 2012 Bank BTN menetapkan tingkat suku bunga kredit barunya single digit berlaku sejak tanggal 11 Januari 2012," ujarnya di Jakarta, Rabu (11/1).
Membaiknya fundamental ekonomi Indonesia yang ditandai dengan turunnya BI rate yang menjadi dasar dalam perhitungan suku bunga kredit, menurut Iqbal, membuat peseroan siap dengan hitungan untuk menetapkan suku bunga kredit baru ini.
Iqbal mengatakan, langkah ini sebagai terobosan sesuai dengan semangat regulator akan perbankan untuk segera menurunkan tingkat bunga kreditnya. "Kami ingin kebijakan ini menjadi stimulus bagi bertumbuhnya industri perumahan di Indonesia dan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan baik," katanya.
Terlebih, menurutnya, bisnis pembiayaan perumahan merupakan bisnis padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja karena terkait dengan 114 industri ikutannya. Sehingga diharapkan lancarnya bisnis perumahan ini menjadi stimulus ekonomi di tengah masyarakat. "Mudah-mudahan penurunan suku bunga kredit ini mendapat respon positif dari dunia usaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan rumah," harapnya.
Pengamat Ekonomi, A Prasetyantoko, mengatakan kondisi perekonomian Indonesia yang terus kondusif memang membuat sejumlah pihak mulai berspekulasi terkait posisi suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) terkini. Dengan positifnya perekonomian dalam negeri dan tekanan inflasi yang relatif rendah, pihak Bank Indonesia (BI) diyakini memiliki ruang untuk menurunkan lagi posisi BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen.
Namun kondisi perekonomian global yang masih dalam bayang-bayang krisis Eropa menjadi dilema tersendiri. "Jika dikaitkan dengan tekanan inflasi ke depan dan juga kondisi ekonomi global, langkah menahan (BI Rate) di posisi saat ini saya pikir langkah yang lebih tepat untuk dilakukan," ungkapnya saat dihubungi, kemarin.
Prasetyantoko mengatakan, kondisi perekonomian global yang belum menentu harusnya bisa diantisipasi dengan menahan posisi BI Rate tetap di level 6 persen. Jika posisi tersebut kembali dipangkas, dia meyakini berpotensi akan memancing adanya aliran dana asing keluar (capital outflow) dan mengganggu stabilitas ekonomi nasional.
"Salah satu alasan dana asing masuk (capital inflow) cukup kencang selama ini kan karena tingkat suku bunga kita yang cukup bagus dibanding negara lain. Kalau (suku bunga) ini diturunkan, ya otomatis akan ada capital outflow yang cukup signifikan. Ini kurang bagus," jelas Prasetyantoko.
Tantangan lain yang juga menghadang, menurutnya, adalah tekanan inflasi tahun ini yang diperkirakan lebih tinggi dibanding tahun lalu. "Ya kalau saran saya, baiknya dipertahankan dulu. Memang masih ada room untuk turun tapi kalau bisa jangan buru-buru diturunkan dulu karena tantangan ke depan masih cukup banyak," sarannya.(gen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mandiri Kuasai Pasar Kredit Sindikasi
Redaktur : Tim Redaksi