Buku Anak-Anak Ini Bikin,Pemerintah China Tersinggung, Begini Nasib Penulisnya Sekarang

Senin, 12 September 2022 – 06:13 WIB
Pria memanjat gedung berlantai 68 di Hong Kong pada Jumat guna membentangkan bendera simbol rekonsiliasi antara China dan wilayah tersebut. Foto : (https://www.telegraph.co.uk)

jpnn.com, HONG KONG - Lima terapis wicara di Hong Kong dijebloskan ke penjara karena dianggap menghasut sentimen anti-China lewat buku anak-anak yang mereka tulis.

Pemerintah meyakin kisah perjuangan sekelompok domba mempertahankan desa mereka dari serangan serigala di buku tersebut mengacu pada hubungan China dengan Hong Kong.

BACA JUGA: China Jamin Rakyat Indonesia Bakal Nikmati Manfaat Kereta Cepat

Para penulis berpendapat bahwa buku-buku itu mencatat "sejarah dari perspektif masyarakat".

Hakim yang ditunjuk pemerintah untuk mengadili kasus ini menyebut karya kelima terdakwa sebagai upaya cuci otak.

BACA JUGA: Wabah COVID-19 Mereda, Pelajar Indonesia Mulai Kembali ke China

Hong Kong adalah Daerah Administratif Khusus China, dan memiliki prinsip "satu negara, dua sistem", yang dirancang untuk memberikan kota kebebasan tertentu.

Lima ahli terapi wicara - Lai Man-ling, Melody Yeung, Sidney Ng, Samuel Chan dan Fong Tsz-ho - telah menghabiskan lebih dari satu tahun di penjara menunggu putusan.

BACA JUGA: Timnas Basket Putri Indonesia U-18 Hancur Lebur di Tangan China

Salah satu pengacara mereka mengatakan mereka bisa dibebaskan dalam waktu satu bulan, karena waktu yang sudah dijalani.

Kelompok yang berusia antara 25 dan 28 tahun itu memproduksi e-book kartun yang oleh sebagian orang ditafsirkan sebagai upaya menjelaskan gerakan pro-demokrasi Hong Kong kepada anak-anak.

Dalam salah satu dari tiga buku, sebuah desa domba melawan sekelompok serigala yang mencoba mengambil alih pemukiman mereka.

Pada hari Sabtu kelima terapis wicara mempertahankan bahwa buku-buku itu dimaksudkan untuk membantu anak-anak memahami ketidakadilan sistemik.

Tetapi Hakim Kwok Wai-kin menuduh terapis wicara "menabur" benih ketidakstabilan "di kota dan di seluruh China.

Mereka didakwa di bawah undang-undang hasutan era kolonial - yang hingga saat ini jarang digunakan oleh jaksa - daripada undang-undang keamanan nasional 2020. (BBC/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler