Bulog-Bapanas Tersandung Skandal Demurrage, Ada Dugaan Keteledoran yang Disengaja

Jumat, 02 Agustus 2024 – 10:37 WIB
Direktur Utama Perum BULOG Bayu Krisnamurthi mengatakan harga beras kadang naik, kemudian normal kembali. Ilustrasi: Ricardo/jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294,5 miliar yang menyeret Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi diduga terindikasi kuat terjadi lantaran adanya unsur kesengajaan. Unsur kesengajaan tersebut diduga hadir dari Perum Bulog pimpinan Bayu Krisnamurthi.

Demikian disampaikan pemerhati kebijakan publik Syafril Sjofyan menanggapi pusaran skandal demurrage atau denda impor beras ebesar Rp 294,5 miliar yang membuat Bapanas-Bulog terancam dililit kasus rasuah.

BACA JUGA: Heboh Skandal Demurrage Bapanas-Bulog, Megawati Imbau Jangan Mengandalkan Impor Beras

Syafril mengingatkan, Bulog telah memiliki sistem dan mekanisme impor beras yang berjalan sejak lama.

“Mekanismenya (impor beras) sudah lama sejarah panjang Bulog diterapkan, besar dugaan (demurrage atau denda biaya impor beras) keteledoran yang disengaja. Mekanismenya sudah tahunan loh," kata dia, Jumat (2/8).

BACA JUGA: Skandal Demurrage Terkuak, Opsi Bapanas Stop Boros Pangan Sulit Diwujudkan

Syafril heran apabila Bulog yang telah memiliki sistem dan mekanisme yang berjalan lama masih melakukan kesalahan hingga menyebabkan biaya demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294,5 miliar. Bagi Syafril, hal tersebut sangatlah janggal dan meninggalkan pertanyaan besar.

“Bulog ini badan yang sudah lama Cara menilai Bulog itu gampang. Karena mekanisme ini sudah berjalan lama. Jadi kalau ada keteledoran, itu ada dua, sengaja atau tidak sengaja,” papar Syafril.

BACA JUGA: Skandal Demurrage Bapanas-Bulog Belum Selesai, Ketahanan Pangan Terancam

Dengan kondisi demikian, Syafril meminta, ke depan adanya monitoring ketat dari semua program Bulog-Bapanas pasca mencuatnya kasus demurrage Rp 294,5 miliar.

Syafril berharap, tidak ada lagi permainan dalam setiap program dari Bulog dan Bapanas.

“Memastikan administrasi distribusi beras memang sesuai. Jangan ada permainan dalam program Bulog-Bapanas yang mana saja. Baik pengadaan maupun penyaluran beras,” tandasnya.

Sebelumnya, dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri menemukan adanya masalah dalam dokumen impor hingga menyebabkan biaya demurrage atau denda sebesar Rp 294,5 miliar.

Dalam penjelasannya Tim Riviu menyebutkan bahwa ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplit sehingga menyebabkan biaya demurrage atau denda beras impor Bapanas-Bulog yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim.

Akibat tidak proper dan komplitnya dokumen impor dan masalah lainya telah menyebabkan biaya demurrage atau denda beras impor Bulog-Bapanas senilai Rp294,5 miliar.

Dengan rincian wilayah Sumut sebesar Rp 22 miliar, DKI Jakarta Rp 94 miliar, dan Jawa Timur Rp 177 miliar.

Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi terkait dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp 2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp 294,5 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Jakarta, Rabu (3/7).

Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto meminta KPK dapat segera memeriksa Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait dua masalah tersebut.

"Kami berharap laporan kami dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan untuk Bapak Ketua KPK RI dalam menangani kasus yang kami laporkan," kata Hari di depan Gedung KPK, Jakarta. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler