Australia mengandangkan seluruh armada jet tempur siluman F-35 mereka menyusul insiden jatuh dan hancurnya salah satu pesawat tempur andalan Amerika Serikat tersebut pada 28 September lalu.
Angkatan Udara Australia (RAAF) telah menerima pengiriman sembilan pesawat tempur F-35 dari produsen Lockheed Martin di Amerika Serikat, dan seluruh armada jet tempur itu diparkir di pangkalan pelatihan F-35 di Arizona, Amerika.
BACA JUGA: Pencarian Korban Gempa Palu Berakhir Hari Ini
Australia adalah mitra global terbaru dalam program Joint Strike Fighter yang memerintahkan armada pesawat mereka tidak diterbangkan untuk sementara waktu sebagai tindakan pencegahan.
Korps Marinir AS memimpin tindakan serupa dengan lebih dahulu melarang terbang semua armada F-35 mereka setelah salah satu pesawatnya mengalami kegagalan mesin dan jatuh di South Carolina pada 28 September lalu.
BACA JUGA: KPAI: Semua Pihak Perlu Terlibat Menangani Penjualan Anak
Pilot penerbang di pesawat itu selamat setelah berhasil melontarkan diri, tetapi pesawatnya hancur berkeping-keping di tanah rawa dekat Beaufort.
Sejak peristiwa ini, Israel dan Inggris juga telah menghentikan operasi penerbangan F-35 mereka.
BACA JUGA: Pengalaman Warga RI Belasan Tahun Hidup di Korea Utara
Dalam sebuah pernyataan, Angkatan Pertahanan Australia menegaskan bahwa  seluruh armada F-35 telah diinstruksikan untuk menjalani inspeksi keselamatan di semua mesin yang dikirimkan".
"Pesawat F-35 Australia yang saat ini berbasis di AS akan kembali beroperasi untuk diterbangkan begitu inspeksi keselamatan selesai," kata ADF.
"Beberapa mitra internasional dalam Program F-35 sudah mulai terbang menyusul terbitnya hasil inspeksi mereka."
Secara terpisah, sejumlah sumber senior di Departemen Pertahanan mengatakan kepada ABC bahwa mereka memperkirakan larangan terbang ini hanya bertahan satu atau dua hari dan seluruh armada F-35 milik Australia yang berjumlah sembilan pesawat akan segera kembali mengudara. Photo: Reputasi pesawat F-35 sebagai pesawat tempur tercanggih AS sedang dalam sorotan menyusul dilakukannya penyelidikan atas gangguan teknis yang menimpa salah satu pesawat F35 AS. (Supplied: Lockheed Martin)
Tabung pasokan bahan bakar diduga bermasalah
Hasil investigasi awal atas kecelakaan yang dialami F-35 AS menunjukkan tabung pasokan bahan bakar yang rusak mungkin mengakibatkan mesin kehabisan bahan bakar dan kemudian jatuh ke tanah.
Pesawat F-35 AS yang rusak itu dilaporkan berasal dari lini produksi Lockheed Martin pada sekitar tahun 2015, dan pihak berwenang AS telah mengindikasikan bahwa jika memang saluran bahan bakar yang rusak menjadi penyebab insiden jatuhnya pesawat itu maka kecil kemungkinan kerusakan itu akan mempengaruhi seluruh bagian dari mesin buatan Pratt dan Whitney yang digunakan di armada F-35 Lightning II dari total 350 unit pesawat terbang yang sudah diproduksi.
Pandangan itu juga diungkapkan oleh seorang sumber senior ADF yang mengatakan kepada ABC ada asumsi yang memperkirakan bahwa insiden itu dipicu oleh satu katup bahan bakar di satu pesawat".
Sekalipun gangguan itu bisa diidentifikasi dan diperbaiki, dampak dari rusaknya reputasi akibat kecelakaan pertama yang menimpa pesawat militer termahal buatan Amerika ini bisa berlangsung lebih lama.
Dengan harga jual diperkirakan sekitar $ 1,4 triliun, F-35 telah menjadi pengembangan dari teknologi pesawat tempur yang ambisius, mahal dan berisiko sejak awal dan masih memiliki kekurangan untuk diperbaiki sebelum memasuki tahap produksi total dan layanan tempur.
Terlepas dari kemunduran apa pun, Australia tetap berkomitmen penuh untuk membeli pesawat F-35 itu sebanyak 72 unit untuk menggantikan armada F / A-18 Super Hornets yang digunakan saat ini untuk melakukan pertempuran udara, pemboman, dan pengawasan.
ADF mengatakan bahwa pelarangan terbang yang dipicu oleh kecelakaan pesawat F-35 AS ini tidak akan mempengaruhi pengiriman pesawat itu ke Australia.
Untuk mengantisipasi lebih banyak pengiriman, Australia telah memiliki delapan pilot terlatih yang memenuhi syarat dan mendapat pelatihan F-35A di Luke Airforce Base di Arizona, di mana mereka tercatat telah berlatih didalam kokpit selama lebih dari 1.700 jam.
Sementara 27 orang teknisi sistem teknologi mekanik dan avionik canggih F-35 juga telah menyelesaikan pelatihan mereka mengenai pesawat tersebut.
Meskipun harga dari model awal F-35 ini terbilang mahal, Pemerintah Australia memperkirakan harga per pesawat F-35 akan turun seiring dengan naiknya jumlah produksi, sehingga harga rata-rata per pesawat pada akhirnya akan berkisar $ 115,7 juta atau setara Rp1,3 triliun.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Korban Bom Bali di Australia Berusaha Menemukan Kedamaian 16 Tahun Setelah Kejadian