JAKARTA - Kuasa Hukum Halmahera Corruption Watch (HCW), Fajri Safi’i mengungkapkan bahwa pihaknya telah memenangkan gugatan atas Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas perkara dugaan korupsi yang dilakukan oleh Bupati Halmahera Selatan, Muhammad Kasuba. Menurutnya, dengan pengabulan gugatan itu maka status Muhammad Kasuba tetap jadi tersangka karena SP3 yang dikeluarkan oleh Kejati Maluku Utara sudah dinyatakan batal.
"Bagaimana mungkin ada SP3 sedangkan tersangkanya belum pernah diperiksa. Selain itu, jaksa yang menyidik tidak mengerti tentang apa itu Tindak Pidana Korupsi. Ini terlihat penyidik Kejati Malut di dalam menguraikan unsur delik saja, salah menguraikannya," kata Fajri kepada wartawan, Senin (25/6).
HCW adalah sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak sebagai penggiat antikorupsi. HCW menunjuk Fajri Syafi'i sebagai kuasa hukum yang mengajukan Praperadilan atas terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas perkara dugaan korupsi pengadaan kapal cepat tahun 2006 dengan anggaran Rp 16 miliar.
Menurut Fajri, anggaran ini tidak ada dalam APBD dan tidak pernah disetujui Dewan. "Ini hanya perintah lisa dari bupati," kata Fajri kepada JPNN ketika dihubungi dari Jakarta, Senin (25/6).
Dari gugatan yang dimenangkan, Pengadilan Negeri Ternate akhirnya mengeluarkan surat putusan bernomor: 01/Pid.Pra.Tipikor/2012/TTE Kejaksaan Tinggi Maluku Utara (Kejati Malut) diperintahkan untuk membatalkan SP3 sekaligus menetapkan Muhammad Kasuba sebagai tersangka.
Fajri juga mengungkapkan bahwa dalam proses persidangan, jaksa memang tidak paham dengan Hukum acara yang berlaku dalam praperadilan. "Pada waktu pembuktian, jaksa sepertinya kaget, cara beracara Praperadilan. Jaksa kebingungan melihat proses beracara seperti ini. Yang lebih mengagetkan lagi SP3 yang dibuktikan oleh jaksa hanya berupa photocopy, masa produk yang dikeluarkan oleh jaksa sendiri saja tidak bisa ditunjukkan aslinya. Padahal produk itulah yang diuji saat ini oleh kami”, tandasnya.
Lebih lanjut Fajri menjelaskan bahwa dalam penerbitan SP3 itu yang Kejati Maluku Utara mengacu kepada hasil Appraisal yang dikeluarkan oleh PT. Survindo Putra Pratama, padahal, PT. Survindo Putra Pratama hanyalah perusahaan penilai piguran karena badan hukumnya saja baru ada pada tahun 2008 sedangkan tindak pidana korupsinya terjadi pada tahun 2006.
“Bandingkan dengan PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) yang mengatakan bahwa telah terjadi kemahalan harga dalam pembelian kapal Halsel Express-01, yang ini tidak digunakan oleh jaksa, padahal jaksa sendiri yang meminta PT. Biro Klasifikasi Indonesia untuk menilai harga kapal tersebut sebagai pembanding”, sambung Fajri. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bayi Badak Sumatera Diawasi Ketat
Redaktur : Tim Redaksi