Bupati Minta Elit Jakarta Diam

Tak Asal Komentar Soal Bentrok Sampang

Sabtu, 01 September 2012 – 07:25 WIB
SAMPANG- Enam hari sejak meletusnya kerusuhan di Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, Sampang, Madura, akhirnya Bupati Noer Tjahja angkat bicara. Bersama sejumlah kiai se-Madura, kemarin dia menggelar jumpa pers.

Noer Tjahja meminta pihak-pihak yang ada di pusat untuk menahan diri dalam mengomentari kasus yang terjadi di wilayahnya. Menurutnya, komentar-komentar, baik dari pihak provinsi maupun pemerintah dan elit di pusat, selama ini tidak penuh. Bahkan, banyak salahnya dan berbeda dengan kondisi sebenarnya.

"Saya mengimbau bapak-bapak para elit di Jakarta, tolong bantu kami. Caranya diam, jangan komentar. Tidak usah berkomentar kalau tidak tahu masalahnya," ujar Noer Tjahja.

Dia juga menjelaskan mengapa dirinya baru muncul di media sekarang. "Sebelum tadi malam (kemarin malam, Red) seluruh komentar dari provinsi dan pusat tidak penuh. Dan 99 persen salah. Kalau saya berkomentar saat itu, berarti derajat informasinya sama," ucapnya.

Noer Tjahja kemudian memaparkan persoalan yang sebenarnya. Menurut dia, persoalan yang terjadi di Sampang bukanlah persoalan antara Syiah dan Sunni. Melainkan penyesatan agama yang dilakukan Tajul Muluk.

"Yang benar, sejak 2004, kedatangan saudara Tajul Muluk dengan ajarannya sudah menggelisahkan masyarakat. Setelah ada Tajul dan ajarannya kemudian dibungkus dengan yang lain, yang kebetulan laris," ungkapnya.

Kegelisahaan tersebut kemudian meledak setelah dipicu masalah asmara. Yakni, perebutan perempuan yang disebut-sebut bernama Halimah. Seperti diberitakan, dalam persoalan tersebut kakak beradik Tajul Muluk dan Roisul Hukama yang sama-sama ditokohkan itu berseteru.

"Dulunya dua ini (Rosi-Tajul, Red) satu aliran. Saya katakan Halimah (perempuan yang gagal dipinang Rois, Red) ini menjadi pemicu karena jadi rebutan. Kemudian, salah satunya (Rois) keluar dari aliran tersebut. Di sinilah awal permulaan adanya konflik di Desa Karanggayam," paparnya.

Noer Tjahja melanjutkan, dari persoalan asmara itulah kemudian konflik ditarik ke wilayah agama. "Kebetulan isu yang diangkat cukup laku di sini. Padahal, di sini tidak ada yang namanya Syiah. Dengan tegas saya katakan di sini tidak ada masalah Syiah dan Sunni. Kalau ada yang menyebutkan Syiah berarti provokator," tegasnya.

Lantas jalan keluar apa yang harus dilakukan? Noer Tjahja menjawab dengan sebuah analog. "Kejadian yang ada di Sampang ini seperti orang yang sedang pusing. Kemudian diberi obat sakit kepala. Setelah efek obat itu hilang, sakitnya kambuh lagi karena yang diobati sakit kepalanya. Padahal, sakit kepala itu merupakan akibat dari sakit gigi yang kemudian menyebabkan pusing. Jadi, jalan keluarnya giginya harus ditambal atau dicabut sekalian," ucapnya.

Menueut Noer Tjahja, yang terpenting saat ini adalah mengajak pengikut Tajul untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar. "Awalnya yang ditolak oleh masyarakat adalah Tajul dengan ajarannya. Sekarang meluas. Warga menolak Tajul dan ajarannya berikut pengikutnya," jelasnya.

Dijelaskan, Pemkab Sampang dan ulama di Madura sudah menyepakati akan mengajak para pengikut Tajul untuk bertobat. Selain itu, bupati juga mengatakan jalan keluar lainnya perlu sikap bahu-membahu dari seluruh pihak. Baik masyarakat, pemkab, pihak provinsi hingga pemerintah pusat.

Koordinator Badan Silaturahim Ulama Madura (Bassra) KH Lailurrahman mengatakan, untuk melakukan taubat setidaknya ada empat tahapan yang harus dijalani seseorang. Karena itu, membutuhkan waktu bagi orang-orang yang tersesat untuk benar-benar bisa kembali menjalankan ibadah kepada Allah secara ikhlas.

Dia juga menyebut, bentrok tersebut antara Syiah dengan Sunni. Melainkan persolan pribadi yang ditarik ke wilayah agama. "Jadi pemicunya adalah asmara," ucapnya.

Ketua Dewan Syuro DPP Ahlul Bait, Umar Shahab yang datang ke Sampang mengatakan, realitas di lapangan, kekerasan terhadap kelompok Syiah itu nyata terjadi. Namun,  penyerangan itu bukan lantas diakibatkan persolan benturan ajaran antara Sunni-Syiah. Persolan itu lebih karena adanya dalang yang memprovokasi kekisruhan berkedok agama.

Ulah provokator itulah, yang diyakini Umar Shahab menyebabkan kerusuhan. "Ini murni persoalan keluarga, konflik di internal keluarga itu mencuat mana kala ada pihak-pihak yang menginginkan kisruh itu membesar. Padahal kita tahu, kelompok Syiah itu bukan hanya ada di Sampang, di berbagai daerah di Indonesia, Syiah itu ada," tandasnya.

Akibat penumpang gelap yang mengembuskan isu berbau agama itu membuat konflik bersaudara itu kembali meledak. Tugas pemerintah, dalam hal ini aparat kepolisian, lanjut dia, melacak sumber dan dalang di balik kerusuhan. Itu dengan harapan agar jangan sampai terulang lagi di kemudian hari. (edo/zid/jpnn/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tertembak Di Perut, Suherman Akhirnya Tewas

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler