Business Opportunity Masih Mendominasi

Sabtu, 23 Maret 2013 – 01:56 WIB
SURABAYA - Sebagian konsep kemitraan dalam bisnis di Indonesia masih didominasi business opportunity. Tapi, tidak jarang yang menyebut bisnisnya sebagai franchise, padahal sebenarnya adalah business opportunity. Karena itu, Asosiasi Franchise Indonesia membeberkan beberapa hal yang harus diketahui sebelum membeli franchise.

Ketua AFI Anang Sukandar mengatakan yang membedakan antara franchise dan business opportunity ialah konsep. Menurutnya, konsep franchise relatif lebih matang, seperti pemasaran, harga, positioning sampai segmen. "Fenomena di kita, hampir 90 persen merupakan business opportunity," katanya di sela acara Info Franchise and Business Concept Expo 2013, Jumat (22/3).

Anang memaparkan, ada beberapa hal yang harus ditanyakan calon pembeli franchise pada pemilik. Di antaranya, sejak kapan usaha tersebut berdiri, mulai kapan usaha tersebut ditawarkan dalam bentuk franchise, siapa pembeli franchise pertama dan apakah boleh diwawancarai, apa keunikan usaha tersebut dan adakah prototipe usaha yang bisa dikunjungi.

"Nah sejumlah pertanyaan itu yang dapat membedakan franchise dengan business opportunity," tandasnya. Selain itu hal lain yang membedakan, rata-rata usia usaha yang ditawarkan dalam bentuk franchise di atas lima tahun.

Saat ini jumlah business opportunity sebanyak 1.700 usaha dengan proyeksi pertumbuhan tahun ini sebesar delapan persen. Anang mengungkapkan, pertumbuhan business opportunity jauh lebih besar daripada waralaba yang diperkirakan hanya dua persen dengan jumlah seratus merek saja. Sedangkan, waralaba asing bisa tumbuh 6-7 persen. Diprediksi pertumbuhan jumlahnya pada tahun ini dari 350 merek menjadi 400 merek.

Kendati demikian, lanjut dia, bisnis kemitraan lokal memerlukan dorongan dari pemerintah. Apalagi, selama ini pasar domestik menjadi pasar dari waralaba asing. Sementara regulasi yang dikeluarkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 53 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba dinilai tidak mengangkat keunikan etnik bisnis waralaba lokal.

"Padahal, keunikan itu yang menjadi keunggulan bisnis waralaba lokal. Seperti Mie Aceh, Aneka Makanan Khas Sunda, Jawa Timur, Bali, Ujung Pandang, dan Manado yang bisa dikenalkan ke pasar internasional," tukasnya.

Karena itu, lanjut dia, dorongan terhadap bisnis kemitraan yang notabene termasuk sektor usaha kecil dan menengah perlu digenjot. "Harapan kami, bisa mencontoh di Thailand yang perhatian terhadap sektor UKM cukup besar, sehingga usahanya berkembang menjadi besar di negara lain contohnya Black Canyon dan kini ada juga di Surabaya. Bahkan, kepedulian pemerintah Thailand terhadap perkembangan bisnis franchise masih tinggi," katanya. (res)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bawang Turun, Cabe Naik

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler