Butuh 60 Tahun Merehabilitasi Lahan Kritis di Indonesia

Jumat, 25 September 2020 – 22:58 WIB
Lahan pertanian. Foto: Humas Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memperkirakan upaya pemulihan 14 juta hektare lahan kritis di Indonesia membutuhkan waktu hingga 60 tahun.

"Diperlukan waktu selama 60 tahun untuk pemulihan lahan kritis di Indonesia. Karena itu kesadaran dan peran penting masyarakat sangat diharapkan," kata Plt Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung KLHK Handoyo dalam keterangan tertulis di Yogyakarta.

BACA JUGA: Rehabilitasi Lahan Kritis, Kementerian LHK Bangun Kebun Bibit Desa

Melalui webinar yang digelar Pusat Kajian Silvikultur Intensif Hutan Tropis Indonesia memperingati dies ke-57 Fakultas Kehutanan UGM, Handoyo mengakui menghadapi 14 juta hektare lahan kritis bukan persoalan mudah.

Dengan mendapat dukungan APBN dan APBD serta swasta, menurut dia, kemampuan pemulihan lahan kritis hanya 232.250 hektare per tahun.

BACA JUGA: Warning dari LIPI: Gempa dan Tsunami Raksasa akan Datang

Handoyo mengatakan, lahan kritis muncul akibat degradasi lahan berupa pengurangan status lahan secara fisik, kimia dan atau biologi sehingga menurunkan kapasitas produksi.

Fenomena itu terjadi karena ada beberapa sebab di antaranya berkurangnya lahan basah, perluasan lahan pertanian subsisten, perluasan lahan industri tidak ramah lingkungan, dan dinamika penggunaan lahan.

BACA JUGA: 19 Perwira Tinggi TNI Naik Pangkat, Berikut Daftarnya

"Tentu saja lahan kritis atau terdegradasi ini menjadikan kurang berfungsi dengan baik untuk ditanami," kata dia.

Handoyo mengatakan berkurangnya lahan basah seperti mangrove yang memiliki luas 3,4 juta ha, sebanyak 1,8 juta ha dalam kondisi kritis dan 1,6 kondisi baik.

Sementara itu, kemampuan rehabilitasi lahan mangrove itu hanya 1.000 ha per tahun, belum lahan basah yang gambut.

Demikian pula kondisi perluasan lahan pertanian subsisten yang mengakibatkan lahan pertanian meningkat 18,7 persen, dan menurunnya bahan organik tanah serta 80 persen lahan pertanian mengalami erosi.

Perluasan produksi minyak sawit, kayu lapis serta industri pulp-kertas, menurut dia juga turut menyumbang terjadinya degradasi lahan.

"Belum lagi adanya dinamika penggunaan lahan berupa perubahan fungsi lahan prima menjadi lahan kritis dan lahan rusak," kata dia.

Akibat degradasi lahan tersebut, kata dia, berbagai isu harus dihadapi di antaranya musim kemarau panjang atau kekeringan, minimnya peresapan air ke dalam tanah dan kekurangan sumber daya air.

Berbagai upaya yang saat ini sedang dilakukan mulai dari pembuatan hujan buatan, pembuatan sumur resapan, menghidupkan mata air dengan kegiatan penanaman di sekitar sumber mata air dan lainnya.

Handoyo menyatakan rencana aksi nasional berupa pengurangan degradasi lahan guna mendukung ketahanan pangan telah dilakukan dengan mendorong peningkatan kesadaran dan pendidikan terutama untuk kalangan generasi muda. (antara/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler