Butuh Rp 5 Triliun untuk Raskin

Jumat, 12 April 2013 – 08:27 WIB
JAKARTA-Pemerintah makin fokus memperhatikan kebutuhan masyarakat prasejahtera. Setelah menggelontokan 15 kg jatah beras miskin pada 2013, per Januari 2014 lalu diusulkan naik jadi 20 kg. Untuk target tersebut, pemerintah harus mengalokasikan Rp 5 triliun, itu pun hanya buat 15,5 juta Rumah Tangga Miskin Sasaran (RTMS)   yang semula 17,7 juta RTMS se Indonesia.

"Anggaran beras raskin ini sekitar Rp 4 triliun  sampai Rp 5 triliun. Kenaikan ini disesuaikan dengan pembahasan dan persetujuan DPR tentang APBN 2014,” kata Menteri Koordiantor Bidang Kesra Agung Laksono  usai Rakor Kesra Tingkat Menteri Mengenai Laporan Pelaksanaan Kebijakan Penyaluran Raskin, di kantornya, Kamis (11/4).

Menurut Agung, menurunnya jumlah sasaran karena ada perubahan perbaikan kesejahteraan,  yang tadinya miskin jadi tidak miskin. Karenanya, jumlah sasarannya juga menurun. 

Jumlah sasaran itu juga berdasarkan survei dan data tunggal Tim Nasional Percepatan Penanggulangan  Kemiskinan (TNP2K) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS). "Meski jumlah sasaran menurun dan jatah beras naik, harganya tetap Rp1.600/kg,"  lanjut mantan ketua DPR RI itu.
   
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga itu menjabarkan, pemerintah akan membuat surat edaran kepada bupati/walikota untuk membantu menyalurkan beras raskin dari titik distribusi hingga titik bagi. Anggaran untuk 50 ribu titik distribusi ke 100 ribu lebih titik bagi tidak dibebankan kepada masyarakat miskin, tetapi menjadi tanggungan daerah.  "Nantinya akan ditambahkan cadangan beras pemerintah  100 ton di tiap kabupaten dan 200 ton di tingkat provinsi," katanya.

Sementara itu, Dirut Perum Bulog Sutarto Alimoeso menjelaskan, terkait keluhan beras bau apek atau berkutu, bukan karena mutu beras itu jelek. Karena pemerintah memberikan subsidi Rp 6.000 perliter sementara masyarakat membelinya dengan harga Rp1.600/kg.

Menurut Sutarto faktor apek dan berkutu itu lebih karena lamanya penyimpanan di gudang. Karena pada musim barat angkutan menjadi kendala, maka sebelum musim barat beras sudah ada di lokasi. "Produksi beras sekitar 70 persen terjadi pada Maret-Juni, yaitu musim hujan,” ujarnya.

Dikatakan, produksi beras itu dihasilkan dari 17,5 juta petani dengan varietas dan pabrik beras yang bermacam-macam. Agar, kualitas  beras terjaga, maka pemerintah harus membeli pada waktu itu juga agar bisa disalurkan hingga tahun depan. Kalau tidak dibeli saat itu, akan dibeli oleh tengkulak.

"Kita ini negeri tropis, investasi serangga dan hamanya banyak. Idealnya beras disimpan dalam waktu tiga bulan, karena tidak bau dan tidak berkutu. Kalau lebih dari enam bulan, beras akan bau apek. Sama halnya dengan baju yang disimpan selama seminggu, kan pasti bau apek," terang Sutarto.

Karena produksi beras tidak merata sepanjang tahun, maka harus disimpan di gudang.  Sementara itu, musim paceklik selalu terjadi pada Agustus-Februari. Jadi stok di gudang dibagikan untuk 8-9 bulan ke depan. Jadi bisa dimaklumi kalau beras bau apek dan kadang berkutu. Meski begitu, pemerintah tetap menjaga mutu beras raskin. (nel)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Progres Pengembangan Bandara Ngurah Rai Bali

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler