Cadangan Emas BI Merosot

Sabtu, 24 Mei 2014 – 06:08 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Turunnya harga emas berdampak signifikan terhadap nilai cadangan emas Bank Indonesia (BI). Sepanjang tahun lalu, otoritas moneter tersebut mencatat cadangan emasnya mencapai Rp 36,76 triliun. Jumlah tersebut anjlok dari nilai cadangan emas pada 2012 yang sebesar Rp 38,25 triliun.

Direktur Departemen Keuangan Internal BI Ahmad Hidayat mengatakan, kendati secara nominal mengalami penurunan, akan tetapi cadangan emas secara fisik justru meningkat. Pada 2012, cadangan emas BI berada di kisaran 2,38 juta troy ounce. Jumlahnya naik pada 2013 mencapai 2,51 juta troy ounce.

BACA JUGA: Pertumbuhan UKM Dinilai Menggembirakan

"Sehingga kami ada pembelian sebesar 132.827,23 troy ounce emas pada 2013," terang Ahmad Hidayat, kemarin (23/5).

Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah selesai menjalani proses audit laporan keuangan tahunan BI (LKTBI) 2013. Hasilnya, LKTBI mendapat predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) sejak 2003. Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mengatakan, surplus yang didapatkan dalam kegiatan pengelolaan moneter pada tahun lalu bukan lantaran pihaknya mencari profit seperti perusahaan komersial.

BACA JUGA: Kuota BBM Bersubsidi Masih Aman, Lebaran Bisa Jebol

"Kalau ada surplus besar, itu bukan tujuan. Karena tujuan kami adalah menjaga stabilitas harga dan menjaga inflasi. Jika kebijakan-kebijakan yang kami ambil menghasilkan surplus besar, dalam banyak hal sangat mungkin karena kondisi rupiah melemah," terangnya.

Sepanjang tahun lalu, BI membukukan total aktiva/pasiva sebesar Rp 1.648,7 triliun. Sementara rasio modal terhadap kewajiban moneter BI sebesar 5,87 persen. Sehingga, surplus setelah pajak mencapai Rp 37,4 triliun. Surplus tersebut berasal dari penerimaan pengelolaan moneter berupa selisih kurs karena transaksi valuta asing (valas). Surplus tersebut kemudian digunakan membayar pajak PPh pasal 29 sebesar Rp 601,5 miliar.

BACA JUGA: Daerah Diminta Ikut Andil dalam Bedah Rumah

Agus menerangkan, pada tahun-tahun sebelumnya seperti 2010 dan 2011 ketika nilai tukar rupiah menguat, pihaknya juga mencatat tekanan yang menyebabkan surplus rendah.

"Dampak outcome (surplus dan defisit) itu hanya konsekuensi dan dampak dari pelaksanaan kebijakan untuk mencapai dan memelihara kestabilan rupiah," jelasnya.(gal)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenpera Dorong Pemda Bentuk Dinas Perumahan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler