jpnn.com, JAKARTA - Program Manajer Perludem Fadli Ramadhanil mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperketat aturan bagi calon anggota legislatif terpilih yang mengundurkan diri tanpa alasan jelas.
"Buat aturan yg memperketat orang tidak bisa mundur sembarangan. Bahkan, kalau alasan mundur tanpa dasar yang jelas, yang dilakukan mestinya menutup ruang mengundurkan diri," kata Fadli kepada wartawan, Sabtu (22/6).
BACA JUGA: Kirim Surat Mundur dari DPD, Mirati Dewaningsih Bakal Maju di Pilkada Maluku Tengah
Fadli menyebut fenomena caleg tiba-tiba mundur tanpa alasan jelas terkait dengan kemurnian prinsip kedaulatan rakyat dari sebuah proses penyelenggaraan pemilu, mestinya kerangka hukum pemilu mengatur ketat soal itu.
Ia menyadari dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2007, caleg DPR, DPRD, dan DPD terpilih boleh mengundurkan diri dan bisa diganti oleh caleg satu partai yang berada dalam daerah pemilihan sama (dapil) yang sama.
BACA JUGA: Respons Suharso Soal Desakan Elite PPP Mundur: Saya Gak Ngurusin
Namun, ketentuan tersebut menjadi ruang transaksional para caleg.
"Mestinya agar ada konsistensi terkait dengan prinsip pemilu proporsional terbuka, prinsip kedaulatan rakyat, dan penghormatan pada suara pemilih, caleg mundur itu memang harus dipersulit, tidak bisa dipermudah, karena jadi ruang transaksional, pada akhirnya dikhawatirkan seperti itu," ujarnya.
BACA JUGA: Kepala OIKN Mundur dari Jabatannya, Sony Subrata Sebut Investor Tetap Antusias Membangun IKN
Semantara itu, Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan perlu ada sanksi tegas yang diberikan kepada caleg DPR, DPRD, DPD terpilih yang memutuskan mundur sebelum ada penetapan resmi oleh KPU.
"Memang harus dibuatkan sanksi. Setidaknya tidak diperkenankan untuk terlibat lagi dalam hajatan pemilu, minimal satu kali hajatan pemilu. Tentu, aturan ini berlaku bagi mereka yang tidak ditemukan alasan kuatnya untuk mengundurkan diri," kata Ray.
Ray mengatakan KPU harus membuat aturan serupa seperti pencalonan presiden dan wakil presiden serta kepala daera dan wakil kepala daerah.
Dalam UU Pemilu maupun Pilkada, para calon presiden dan wakil presiden maupun kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang mundur setelah resmi ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU.
"Aturan ini mungkin dibuat mengingat dalam pencalonan presiden dan wakil presiden serta kepala dan wakil kepala daerah dilakukan. Yakni tidak boleh mundur kala sudah ditetapkan sebagai pasangan calon," ujarnya.
Sebelumnya calon legislatif (caleg) Partai NasDem dari daerah pemilihan (dapil) NTT II Ratu Ngadu Bonu Wulla (Ratu Wulla) memutuskan mundur usai perolehan suaranya tertinggi dan lolos ke DPR.
Ratu mengundurkan diri usai meraih suara terbanyak ketiga di dapil NTT II pada Pemilu 2024.
Dia juga menjadi caleg Partai NasDem pendulang suara terbanyak di partainya di dapil NTT II dengan perolehan 76.331 suara.
Capaian suara Ratu Wulla itu juga di atas mantan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat yang hanya mendapat 65.359 suara di dapil NTT II atau terpaut 10.972 suara.
Viktor Laiskodat pun berpotensi lolos ke DPR usai Ratu Wulla memutuskan mundur dari pencalonan.
Selain itu ada caleg DPD terpilih di dapil Maluku, Mirati Dewaningsih juga mundur sebelum ditetapkan resmi oleh KPU dan dilantik.
Ia mendapat suara terbanyak di dapil Maluku. Mirati mengklaim hendak maju Pilbup Maluku Tengah 2024.
Keputusan Mirati ini membuka peluang caleg DPD Nono Sampono yang berada dalam dapil yang sama dengannya lolos kembali ke DPD RI. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif