Calon Anggota DPD Harusnya Tak Berasal dari Parpol

Senin, 12 Februari 2018 – 06:16 WIB
Bendera Parpol. Ilustrasi Foto: Puji Hartono/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Badan Pengkajian Konstitusi yang dibentuk oleh MPR, Valina Singka Subekti mengatakan, praktik pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Pemilu 2004 lalu sudah benar.

Anggota DPD berasal dari calon perseorangan yang bukan bukan merupakan anggota partai politik.

BACA JUGA: Vokalis Black Sweet Siap Maju Sebagai Calon Anggota DPD RI

Namun, kemudian UU Pemilu direvisi, sehingga mulai Pemilu 2009 anggota DPD bisa berasal dari anggota partai politik.

"Saya kira ini perlu dicermati kembali, ketentuan dari konstitusi yang menghendaki DPD bukan diisi dari kalangan partai supaya adan check and balances. Karena anggota DPR kan sudah dari kalangan partai," ujar Valina pada diskusi 'Mengembalikan Marwah dan Kehormatan DPD' di Jakarta, Minggu (11/2).

Menurut mantan anggota Panitia Ad Hoc (PAH) III BP-MPR dan PAH I BP-MPR tersebut, DPD dibentuk dengan pemikiran sebagai penyeimbang.

Di mana DPR untuk mewakili penduduk, sementara DPD mewakili wilayah.

Karena itu, penting anggota DPD berasal dari tokoh masyarakat yang benar-benar memahami persoalan di daerah.

"Jadi dasar pembentukannya, supaya ada check and balances, supaya kepentingan daerah itu bisa diperjuangkan oleh anggota DPD, yang mungkin tak bisa diperkuat DPR. Jadi saling menguatkan," ucapnya.

Valina juga menilai, aturan yang membatasi kewenangan anggota DPD perlu disikapi kembali.

Pasalnya, frasa yang dimaksud dalam Pasal 22d UUD 1945 'ikut membahas' terkait sejumlah pembentukan rancangan undang-undang, hanya membatasi anggota DPD tidak ikut membahas dalam paripurna DPR.

"Frasa 'ikut membahas' itu dalam frasa satu sampai akhir. Jadi (anggota DPD,red) hanya tidak ikut memutuskan dalam paripurna. Bukan dibatasi hanya pada tahap pertama saja. Karena yang terpenting itu kan tahap satu sampai akhir. Itu yang tak dimasukkan dalam UU susduk yang sekarang menjadi UU MD3," ucapnya.

Valina menyayangkan adanya pembatasan terhadap kewenangan DPD dalam UU MD3.

Apalagi, Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2013 lalu sudah memerintahkan agar pembatasan kewenangan DPD di UU MD3 dihapuskan. Namun, sampai saat ini belum juga dilakukan.

"Saya kemarin mengharapkan yang direvisi (dari UU MD3) terkait pembatasan kewenangan DPD. Tapi ternyata hanya terkait komposisi pimpinan MPR. Ini tentu menjadi pekerjaan rumah DPR hasil Pemilu 2019 mendatang. Bila tidak, menjadi mubajir keberadaan DPD. Padahal keberadaannya itu diperlukan.

Valina menilai, keberadaan DPD sangat penting untuk memperkuat NKRI dan otonomi daerah.

DPD harus mampu hadir untuk mengatasi kemiskinan dan mendorong kesejahtraan rakyat. Karena itu kewenangan DPD harus diperkuat.(gir/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler