jpnn.com, JAKARTA - Aksi keluar investor asing atau capital outflow diprediksi berlangsung hingga pertengahan 2018.
Hal itu tidak lepas dari kebijakan relaksasi pajak Amerika Serikat (AS).
BACA JUGA: Rupiah Lemah, Cadangan Devisa Bisa Ambruk
Situasi diperparah dengan perang dagang global AS yang sukses mengacak-acak stabilitas nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG).
Buktinya, IHSG anjlok 131,84 poin atau 2,03 persen menjadi 6.368 dalam sesi perdagangan Selasa (7/3).
BACA JUGA: IHSG Anjlok, Rupiah Melemah
Sementara itu, berdasar data Bloomberg, rupiah ditutup melemah 14 poin atau 0,10 persen menjadi Rp13.776 per USD.
Kondisi itu membuat investor asing ketar-ketir. Pemodal luar itu mulai tidak agresif berbelanja saham.
BACA JUGA: Makin Terpuruk, Rupiah Terlemah Sejak Setahun Terakhir
Sebaliknya, investor mulai keluar dengan menjual portofolio saham yang dimiliki.
Berdasar data BEI, sepanjang perdagangan Selasa, investor asing telah melepas saham senilai Rp 1,17 triliun.
Karena itu, ekonom senior Indef Aviliani menyarankan Bank Indonesia (BI) lebih agresif.
BI diminta bergerak taktis membentengi stabilitas nilai rupiah masuk fase depresiasi terhadap USD.
"BI harus mengawal fluktuasi rupiah untuk menghindari kepanikan pasar," tutur Aviliani di Jakarta, Rabu (7/3).
Aviliani menyebut untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, BI harus berkoordinasi dengan pemerintah.
Hal itu penting guna mencermati dan memetakan kekuatan industri domestik dalam menghadapi tren depresiasi rupiah.
Dengan begitu, langkah BI dalam merespons tren penurunan rupiah tidak secara serta-merta memanfaatkan cadangan devisa hingga akhir Februari 2018 sebesar USD 132 miliar.
"BI jangan menghajar langsung di pasar tetapi, harus melihat dulu kekuatan industri," kata Aviliani. (far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rupiah Bergejolak Sampai Maret
Redaktur & Reporter : Ragil