Cara Jitu Pemerintah Dorong Eropa dan AS agar Dirikan Pabrik Mobil di Indonesia

Selasa, 28 Juli 2015 – 05:45 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah berusaha membendung impor mobil dalam keadaan utuh (completely built up/CBU) dengan menaikkan bea masuk (BM) dari 40 persen menjadi 50 persen. Aturan ini sekaligus untuk mendorong pabrikan mobil Eropa dan Amerika Serikat (AS) agar mendirikan pabrik di Indonesia.      

"Dengan adanya bea masuk yang mencapai 50 persen untuk mobil CBU impor maka otomatis akan mendorong investasi. Sebab dengan kondisi seperti ini mereka menjadi lebih tertarik untuk memproduksi di Indonesia daripada hanya sekedar impor yang tidak akan memberikan nilai tambah," ujar Menteri Perindustrian Saleh Husin, kemarin (27/7).
      
Keputusan pemerintah menaikkan BM tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 132 Tahun 2015 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Bea Masuk Atas Barang Impor yang berlaku dua minggu sejak diterbitkan 9 Juli lalu. Salah satu poinnya, BM impor mobil CBU naik dari 40 persen menjadi 50 persen. "Usulannya sudah sejak setahun lalu," katanya.
      
Namun usulan ini seolah hanya akan menjadi beban bagi prinsipal mobil Eropa atau AS. Sebab, ketentuan BM ini tidak bisa dikenakan pada negara-negara yang sudah memiliki perjanjian kerjasama ekonomi dengan Indonesia seperti Jepang, Tiongkok dan Korsel. "Yang berlaku untuk mereka adalah tarif preferensi yang cenderung turun sesuai kesepakatan," sebutnya.
      
Seperti diketahui, beberapa perjanjian kerjasama ekonomi yang telah dimiliki Indonesia antara lain, Asean Free Trade Area (AFTA), Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA), ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA), Asean-India Free Trade Area (AIFTA), dan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). Meski begitu, Saleh berdalih aturan ini tetap bermanfaat. "Ini cukup lumayanlah, tetap ada gunanya," kata dia.
      
Menurut Saleh, aturan itu dibuat untuk mengurangi impor khususnya di bidang otomotif. Dia menegaskan, kebijakan yang diambil pemerintah akan selalu melalui berbagai pertimbangan. Hal itu juga sudah didiskusikan dengan para agen pemegang merek (APM). "Saat pasar luar negeri (ekspor) maupun di dalam negeri sedang lesu, impor harus dikurangi dan devisa harus dihemat," ungkapya.
      
Mengenai hal ini, Presdir Garansindo Inter Global (agen pemegang merek Fiat-Chrysler) Muhammad Al Abdullah menilai regulasi yang dikeluarkan pemerintah kali ini bersifat terburu-buru dan tidak tepat sasaran. "Kalau tujuan pemerintah mau menyelamatkan devisa, caranya bukan dengan menekan pebisnis seperti ini. Regulasi ini sangat tidak tepat sasaran dan terkesan buru-buru," jelasnya. (wir/agm)

BACA JUGA: Pemerintah Harus Konsisten soal Pengembangan BBN

BACA ARTIKEL LAINNYA... Operasional Mudik KAI Lebih Baik, Ini Datanya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler