Cari Laba Harus dari Bisnis Utama

Selasa, 19 Juni 2012 – 01:51 WIB

JAKARTA - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus melakukan terobosan baru untuk meraih laba. Karena selain sebagai agent of depelovment, BUMN juga memiliki misi perseroan untuk meraih untung.  Hanya saja, laba itu baiknya diperoleh dari terobosan bisnis bukan dengan pemanfaatan asset.

Konsultan Transforming Company dari Sentra System, Imanuel Iman di Jakarta, Senin (18/6)mengatakan, beberapa BUMN saat ini rajin mengejar laba maksimal, termasuk  optimalisasi asset. Padahal, menurutnya, laba itu harusnya diperoleh dari main bisnis (bisnis utama) BUMN itu. 

"Kalaupun BUMN diberikan target laba, laba yang diperoleh harus tetap berasal dari main bisnisnya bukan dari kegiatan lain seperti pemanfaatan asset, atau kegiatan lainnya,” katanya.

Lalu bagaimana mengoptimalkan peran BUMN tanpa harus rugi. Menurut Imanuel, Direksi perlu diberikan target yang jelas, yang tidak melulu masalah laba, target yang terukur.  Kemudian direksi harus mempresentasikan program kerjanya. 

“Evaluasi harus dilakukan di awal. Program kerjanya apa? Bukan diakhir (evaluasi akhir tahun). Evaluasi di akhir sudah terlambat. Evaluasi di awal untuk melihat apakah secara teori program kerjanya sudah baik ? Jika belum, kita bisa koreksi,” jelasnya.

Selain itu Direksi BUMN harus ditekankan untuk melakukan perubahan. Tugasnya bukan memelihara kondisi sekarang, tapi melakukan perubahan. Target perubahan yang mau dilakukan apa dan dipresentasikan ke Komisaris.

"Pada saat mempresentasikan rencana perubahan yang mau dilakukan, bisa dipanggil orang-orang yang berpengalaman untuk mengkritisi rencana perubahan tersebut, apakah make sense atau tidak. Evaluasi bukan di targetnya tapi evaluasi di program kerjanya. Target hanyalah result yang tercapai secara otomatis," bebernya.
 
Imanuel juga menyarankan pemerintah kembali menata target BUMN. Beberapa BUMN sebaiknya jangan dibebankan untuk meraih laba. Karena target tidak harus laba. “ Kalau semuanya menggunakan ukuran laba, ya jadi sulit. Jika tidak untung ditutup saja. Padahal mungkin organisasi tersebut memiliki fungsi strategis lain yang bukan dalam bentuk laba. Misalnya pelayanan masyarakat atau stabilitas harga bahan pokok,” jelasnya.
 
Dia memberi contoh Bulog. Bulog itu targetnya apa. Misalnya menjaga stabilitas harga beras, maka dia harus memiliki target terukur untuk melihat apakah program bulog berhasil atau tidak. Misalnya selisih harga di pasar plus minus 20 persen.  "Maka target inilah yang akan menjadi tujuan dari Bulog. Dari target inilah kemudian disusun program kerja untuk mencapai target tersebut," urainya.

Imanel juga mencontohkan PT Perkeretaapian. Karena tidak menguntungkan maka kereta api dari Sukabumi hanya dijalankan satu kali. Kereta api Jakarta-Bandung ditutup karena acuannya adalah laba.

"Coba jika acuannya tidak laba, atau kasihlah target subsidi. Kita tetap bisa menjalankan bisnis dengan alasan yang tepat. Dan tuntutan direksi juga menjadi lebih jelas, tidak melulu mengejar laba. Coba kita bedah. Misalnya Kereta api dari Bandung ke Jakarta kita buat jadi murah sekali, taruh misalnya kita kasih harga tiket hanya lima ribu. Apa dampaknya bagi kita," terangnya.

Dampaknya, lanjutnya, orang miskin akan bisa mengurangi biaya transport. Lalu berkurangnya penggunaan kendaraan dari Jakarta ke Bandung. "Efeknya,  mengurangi kemacetan, mengurangi penggunaan BBM,  mengurangi kecelakaan karena frekuensi mobil berkurang," pungkasnya. (sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PGN Tambah Pasokan Gas Industri Jatim


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler