Cari Rumah Keluarga, Tinggalkan Harta Benda

Gunung Agung Meletus, Gelombang Pengungsian Pasti akan Meningkat

Senin, 25 September 2017 – 08:34 WIB
Beberapa warga Bali turun dari kapal. Mereka terpaksa mengungsi ke Lombok akibat status Gunung Agung yang naik ke level IV Awas. Foto: Lombok Post/JPNN.com

jpnn.com, MATARAM - Puluhan warga Bali mengungsi ke Lombok akibat status Gunung Agung yang naik ke level IV Awas. Mereka mencari rumah keluarga yang ada di wilayah Lombok Barat, Mataram hingga Lombok Utara.

Dari Pantauan Lombok Post (Jawa Pos Group) di Pelabuhan Lembar, Minggu (24/9), para pengungsi itu datang dalam satu rombongan keluarga. Mereka membawa anak dan barang-barang seperlunya.

BACA JUGA: Pengungsi Gunung Agung Mencapai 15.142 Jiwa

Seperti Rahmi, yang datang bersama suami dan tiga orang anaknya menggunakan sepeda motor. Warga Desa Dangen Seme, Kabupaten Karangasem itu tinggal sekitar 17 km dari Gunung Agung. Mereka mengungsi ke Lombok agar lebih aman. Kebetulan mereka masih memiliki keluarga di Jembatan Kembar, Lembar. “Banyak mengungsi, ada ke Singaraja, ke Lombok, pokoknya daerah aman,” katanya.

Rahmi menuturkan, kondisi di Bali memang masih kondusif. Tapi gempa makin meningkat. Informasi terakhir yang didapatkannya, seluruh aktivitas di kampungnya sudah tidak ada. Pasar dan sekolah sudah sepi. Karena tidak ingin mengambil risiko, ia menyelamatkan keluarga ke Lombok.

BACA JUGA: Waspadai Aktivitas Gunung Agung, Dirjen Udara Gelar Rapat

Di Bali sebenarnya sudah disediakan tempat pengungsian. Tapi mereka memilih ke Lombok agar lebih nyaman bersama keluarga yang lain.

Saat tiba di Pelabuhan Lembar pukul 12.02 Wita, tidak ada posko pendataan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Sehingga ia langsung pergi mencari rumah keluarganya. Jika ada pendataan atau bantuan dari pemerintah, tentu mereka mau menerima. Sebab mereka tidak tahu sampai kapan akan mengungsi.

BACA JUGA: BNPB Pastikan Wisata di Bali Tetap Aman

“Jika memungkinkan, mereka pasti akan kembali. Bila tidak, anak-anak akan di sekolahkan di Lombok,” ungkap Rahmi.

Dalam kapal sebelumnya, Rohana, warga Dusun Kecicang Islam, Desa Bungayuk Angin, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem datang bersama beberapa anggota keluarga. Mereka membawa barang satu tas.

Rohana mengaku khawatir dengan status Gunung Agung yang dikabarkan akan meletus. Dua hari sebelumnya, dia mengungsi di Denpasar. Tapi, dari sana masih terasa gempa. Agar benar-benar aman, ia akhirnya datang ke Lombok.

“Keluarga banyak di Kediri Lombok Barat,” ujar wanita berjilbab itu.

Rohana sendiri tinggal sekitar 16 km dari Gunung Agung. Tapi sejak status gunung meningkat jadi waspada, semua warga di kampungnya mengungsi. Dengan kondisi saat ini, warga tidak mungkin tetap tinggal di rumahnya. Sebab, rasa was-was dan panik masih menyelimuti.

Demikian juga dengan Komang Suci, asal Ababi, Kecamatang Abang, Karangasem. Ia turun dari kapal Ferry sambil menggendong anaknya Wayan Agus yang baru berusia satu tahun. Sebelum berangkat ke Lombok, ia mengaku beberapa kali merasakan gempa.

Kebetulan ada keluarga di Mataram, sehingga ia membawa sang anak. Sementara suaminya masih tetap menunggu di Bali bersama warga lainnya untuk menjaga rumah. Sebab barang-barang elektronik dan sepeda motor masih ditinggal.

“Khawatir juga (meninggalkan rumah), tapi sudah ada suami jaga di sana,” ujar Komang.

Nyoman Santolan, paman Komang Suci menuturkan, ia datang hanya mengantar keponakannya dari Ababi. Ia merasa kasihan jika ibu dan anak datang sendiri ke Lombok. Di Pelabuhan Padang Bai sendiri, beberapa orang pengungsi masih menunggu di pelabuhan.

”Mereka tidur di sana kalau malam, siang balik lagi,” tuturnya.

Cokorda Isti, pengungsi lainnya mengaku Pemprov Bali sudah mengeluarkan imbauan sejak malam Jumat lalu. Imbauan itu berisi agar warga di sekitar Gunung Agung segera mengungsi.

“Saya pilih mengungsi ke Lombok karena ada keluarga di sini,” kata Isti.

Samsuri warga Bali yang turut mengungsi mengatakan, ia dan keluarga sudah meninggalkan kampungnya sejak Jumat lalu. Namun, akibat antrean para pengungsi yang memadati Pelabuhan Padang Bai, membuat penyeberangan padat. Dia dan penumpang lainnya harus menunggu hingga lima jam lebih agar dapat menyeberang. “Lima jam lebih kita antre untuk dapat menyeberang,” imbuhnya.

Sekadar informasi, gelombang pengungsi itu tidak datang dalam jumlah besar. Mereka datang secara terpisah-pisah menggunakan kapal yang berbeda.

Informasi yang dihimpun Lombok Post, pengungsian terpantau mulai ramai sejak malam Jumat (21/9) lalu. Mereka datang menggunakan kapal pada pagi, siang hingga malam hari.

Ismail, tukang ojek Pelabuhan menuturkan, para pengungsi datang ramai-ramai pada malam hari. Ada yang mengungsi ke wilayah Suranadi, Lombok Barat dan daerah sekitarnya. ”Banyak. Dari kemarin mereka datang,” katanya.

Pihak ASDP Lembar dan Dinas Perhubungan yang ada di pelabuhan sendiri tidak memiliki data pasti terkait jumlah pengungsi. Sebab mereka datang sebagai penumpang biasa seperti warga lainnya. Baru pada Minggu siang kemarin, BPBD NTB membuka posko pendataan pengungsi.

Tapi, Mustamin, salah satu petugas Samsat yang mengecek kendaraan luar daerah masuk dalam pelabuhan Lembar membenarkan banyak warga Bali yang mengungsi ke Lombok. “Baru hari ini (Sabtu, Red) mereka datang dengan alasan mengungsi. Karena sebentar, jadi tidak didata,” katanya.

Meski demikian, ia perkirakan sudah banyak warga Bali berdatangan dengan alasan mengungsi. Terlihat dari puluhan kendaraan berplat DK yang menyeberang dengan memboyong keluarga disertai tas-tas berukuran besar.

“Motor dan mobil ini ada berboncengan atau membawa istri, anak-anaknya, dan neneknya,” tutupnya.

Terpisah, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD NTB Jamaluddin menjelaskan, jumlah pengungsi belum bisa dipastikan. Sebab pendataan baru dilakukan siang hari. Hanya saja, ia memperkirakan jumlahnya mencapai puluhan orang.

Posko dibuka untuk mendata pengungsi dari Bali yang masuk ke Lombok. Dua orang petugas standby hingga malam hari. Pos itu hanya menjadi pos pendataan saja, apabila ada pengungsi yang membutuhkan bantuan karena tidak memiliki keluarga, BPBD siap untuk membantu.

Untuk sementara, pihaknya melakukan pendataan dahulu, jika mereka datang dalam jumlah banyak, kemungkinan nanti akan dibuka posko penampungan di kantor BPBD. “Kalau memang tidak ada keluarga di Lombok, kita akan buatkan penampungan,” ujarnya.

Tapi pada saat pendataan, malah ada keluarga yang menghindar. “Mereka tidak mau didata karena punya kelurga di Lombok. Bahkan sampai dikejar, padahal tujuan hanya untuk mendata agar diketahui tindakan yang akan kita ambil,” tutur Jamaluddin.

Sesuai perintah gubernur, BPBD memang harus melakukan backup. Posko akan dibuka sampai Gunung Agung kembali normal. “Kalau Gunung Agung meletus, gelombang pengungsian pasti akan meningkat,” ungkapnya.

Malam kemarin, BPBD juga mengirim dua unit mobil dapur umum ke lokasi pengungsian Bali, karena kebutuhan dapur umum ini sangat mendesak. Mereka mengalami kekurangan mobil dapur karena jumlah pengungsi semakin banyak.

”Sebagai daerah tetangga terdekat kita siap membantu yang terbaik,” tandasnya.(JPG/ili/ewi/r5)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gunung Agung Siaga, AirNav Siapkan Contigency Plan


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler