Catch Kill

Dahlan Iskan

Sabtu, 04 Mei 2024 – 07:07 WIB
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Istrinya ulang tahun: ke-54. Sang suami, 77 tahun, harus menghabiskan hari sebagai terdakwa di pengadilan.

Sang istri berulang tahun di Florida. Sang suami menghadapi hakim, jaksa, dan dewan juri di pengadilan New York.

BACA JUGA: Viral Longsor

Mantan Presiden AS DOnald Trump bersama tim pengacaranya di Pengadilan Manhattan. Foto: AP/Seth Wenig

Anda sudah tahu: itulah hari-hari ini yang harus dilewati Donald Trump, presiden Amerika periode lalu.

BACA JUGA: Inisial B

Melania, sang istri, tidak mendampingi Trump di pengadilan. Ini pengadilan yang bisa membuatnya gundah: terkait dengan kelakuan seksual sang suami dengan wanita lain. Padahal, saat itu, Trump berstatus menikah dengan Melania.

Pekan lalu Trump terkena pukulan telak: saksi kunci perkara ini tidak membantu Trump. David Pecker, pemilik mingguan National Inquirer, mengaku terus terang: dia mempraktikkan jurnalisme catch and kill.

BACA JUGA: Spesialis Trisula

Tujuannya: membantu Trump. Agar hubungan Trump dengan wanita komersial tidak terbongkar menjelang Pilpres 2016.

Caranya: David Pecker membeli pengakuan wanita itu. Biasanya untuk disiarkan di media. Hanya media yang membeli cerita itu yang berhak menuliskan ceritanya. Eksklusif.

Kali ini David Pecker tidak begitu. Dia membeli cerita skandal Trump tersebut untuk "dimatikan". Untuk tidak disiarkan. Berarti tidak akan ada media lain yang mendapatkan cerita itu.

David Pecker juga mengaku bukan baru kali itu melakukan praktik catch and kill. Itu menunjukkan betapa media di Amerika ternyata juga sebusuk itu.

National Inquirer bentuknya sedikit lebih kecil dari tabloid. Sedikit lebih besar dari majalah. Isinya gosip. Artis dan politik. Laris. Biasanya dipajang di dekat kasir di semua supermarket di Amerika.

Kini media cetak itu sudah berubah menjadi online. Pemiliknya sudah bukan lagi David. Oplah terbesarnya mencapai 6 juta eksemplar. Kini tinggal sekitar 200.000.

Kalau saja catch and kill itu tidak menyangkut Pemilu sebenarnya sulit untuk dituntut. Tetapi karena praktik itu sengaja untuk membuat informasi tentang capres tertutup dianggap tidak jurdil.

Pukulan kedua adalah soal uang tutup mulut si wanita. Juga dikaitkan dengan Pemilu.

Kalau tutup mulut agar tidak ketahuan istri tidak ada urusan dengan hukum. Tetapi ini terkait agar tidak ada informasi negatif tentang capres maka jadi masalah hukum.

Pukulan kedua itu datangnya dari saksi kunci berikutnya: Michael Cohen. Dia orang kepercayaan Trump lebih 10 tahun.

Saking dekatnya sampai mendapat julukan "Mr Fix"-nya Trump.

Artinya: kalau ada masalah yang kurang lurus di tubuh Trump, Cohen-lah yang harus membenahi. Termasuk bagaimana agar hubungan dengan wanita tadi bisa beres.

Sialnya Trump pecah kongsi dengan Cohen. Maka Cohen pun "bernyanyi". Termasuk dari mana asal uang tutup mulut itu: dari perusahaan Trump.

Hanya saja di buku pengeluaran tidak ditulis begitu. Ini dianggap melanggar praktik hukum bisnis.

Bisa saja Trump menolak pengakuan saksi kunci. Tetapi Cohen ternyata punya rekaman pembicaraan mereka.

Waktu itu Cohen merekamnya. Tinggal apakah perekaman gelap seperti itu sah di pengadilan.

Masalahnya: yang akan menentukan salah atau tidak nanti bukan ahli hukum. Bukan hakim. Yang menentukan adalah dewan juri: tujuh orang.

Mereka tidak berpegang pada pasal-pasal hukum. Mereka berpegang pada rasa keadilan: salah atau tidak.

Sepanjang Selasa sampai Kamis lalu Trump harus ke pengadilan setiap hari. Alangkah kesalnya. Baru Jumat-Sabtu-Minggu dia libur sidang.

Dia gunakan waktu tiga hari itu untuk kampanye Pilpres. Selasa depan mulai lagi. Tiap hari lagi. Inilah kali pertama seorang mantan presiden Amerika menjadi pesakitan kriminal.

Dan Anda sudah tahu: masih ada empat perkara kriminal lain yang menunggu. Dari empat itu rasanya hanya soal uang tutup mulut ini yang bisa mencapai vonis sebelum Pilpres November depan.

Hanya fighter sekelas Trump mampu menghadapi serangan dari delapan penjuru angin seperti itu.

Trump adalah pendekar tupai melompat. Belum tentu kali ini pun sang tupai terjatuh.(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dokter Spesialis


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler