jpnn.com - JAKARTA – Beberapa pimpinan partai politik telah menyampaikan pendapatnya terkait simplifikasi RUU Penyelenggaraan Pemilu.
Sejumlah isu mulai mencuat, antara lain terkait penetapan daftar caleg dengan sistem proporsional terbuka, atau dengan sistem tertutup.
BACA JUGA: Begini Cara Menumbuhkan Jiwa Bahari Remaja Indonesia
Isu lain yang juga mulai di perdebatkan adalah masalah ambang batas ambang perolehan suara partai sebagai syarat menempatkan wakilnya di parlemen (parliamentary threshold).
Menanggapi berbagai isu yang mulai berkembang itu, Plt Direktur Politik Dalam Negeri Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Polpum Kemendagri) Bahtiar mengatakan, selain isu yang sudah mencuat, isu strategik lain seputar RUU Penyelenggaraan Pemilu adalah isu devided government. Isu ini terkait dilema antara sistem presidensial dengan sistem multi partai.
BACA JUGA: Hasil Jokowi Memuaskan, Bisa Terpilih Lagi?
“Jika sistem politik tidak ditata ulang maka potensi konflik akan terus terjadi antara lembaga kepresidenan dengan basis pendukung parpol yang relatif kecil, sedangkan parlemen yang kemungkinan dikuasai oleh mayoritas parpol yang berbeda dengan presiden terpilih. Itu pendapat pribadi saya ya,” terang Bahtiar dalam acara sosialisasi kebijakan tentang penyelenggaraan pemilu dan pilkada di Hotel Maleo, Mamuju, Sulawesi Barat, Minggu (24/7).
Hadir di acara itu para petinggi dan staf Badan Kesbanpol Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Sulawesi Barat.
BACA JUGA: Ini Rapor Merah Pemerintah Versi Survei SMRC
Lebih lanjut, birokrat bergelar doktor ilmu pemerintahan itu menjelaskan, jika sistem pemilu tidak ditata maka bisa mengarah pada instabilitas demokrasi sistem presidensial. “Hal ini bisa berdampak pada pemerintahan kurang berjalan efektif,” ujarnya.
Karenanya, dalam pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu, lanjutnya, harus didorong sesuai prinsip sistem presidensial.
“Bahwa presiden terpilih berbanding lurus dengan perolehan kursi parpol pendukungnya menjadi mayoritas di parlemen pusat maupun do DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota,” terangnya.
Bagaimana caranya? Dikatakan, salah satu caranya adalah memberikan otoritas parpol untuk menentukan kadernya yang diprioritaskan duduk sebagai legislator di DPR dan DPRD. “Selama kita memilih demokrasi maka syarat utamanya adalah harus tumbuh parpol yang kuat,” ujarnya berargumen.
Dengan penjelasan tersebut, lanjut pria asal Makassar itu, langkah penguatan parpol sebagai salah satu lembaga yang menjadi pilar utama demokrasi, menjadi agenda prioritas untuk mempercepat konsolidasi demokrasi yang berdasarkan Pancasila dan konstitusi UUD 1945. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bung Karno Berdiskusi dengan Pendiri NU, Muncullah Halalbihalal
Redaktur : Tim Redaksi