Cerita Buruh Migran Indonesia Berpuasa di Tahanan Malaysia

Minggu, 10 Juni 2018 – 00:05 WIB
Para BMI yang dideportasi pemerintah Malaysia Kamis (7/6) melalui Pelabuhan Tunon Taka. Foto: ENAL/RADAR NUNUKAN/JPNN.com

jpnn.com - Ratusan buruh migran Indonesia (BMI) yang tak punya dokumen lengkap dan bermasalah secara hukum, dideportasi oleh Pemerintah Malaysia, Kamis (7/6). Para BMI ini sempat merasakan berpuasa di Pusat Tahanan Sementara (PTS). Bagaimana keadaan BMI berpuasa? Berikut liputannya.

Laporan SABRI - Nunukan

BACA JUGA: Ke Mana Anwar Ibrahim?

WALAUPUN berada dalam tahanan, BMI masih sempat melaksanakan ibadah puasa Ramadan. Perlakuan tidak selayaknya tentu dirasakan para warga negara Indonesia (WNI) ini. Di bulan ramadan tentu berbeda dibanding bulan sebelumnya.

Sukur (37) BMI asal Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) merasakan sulitnya berpuasa di PTS, Tawau, Malaysia. Ditahan pada Maret lalu dan baru dapat dibebaskan pada Juni menjelang lebaran Hari Raya Idulfitri 1439 H.

BACA JUGA: Nyonya Najib Dicecar soal Aliran Dana Rp 147 Miliar

Sahur bersama para tahanan sekira pukul 03.00 pagi, para tahanan hanya diberikan nasi putih ditambah sedikit sayur. Bagi yang ingin berpuasa hanya dapat makan sahur seadanya. Jika ada makanan lain maka dapat sahur dengan nyaman.

“Terkadang ada teman atau keluarga yang bawa ke tahanan, jadi selain sahur nasi bisa dicampur dengan Mei,” kata Sukur kepada Radar Kaltara (Jawa Pos Group) saat ditemui di Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan, Kaltara, Kamis (7/6).

BACA JUGA: Malaysia Tangkap 15 Teroris, Ada IRT dan Siswa SMA

Berpuasa harus menahan diri dari lapar dan dahaga. Para BMI yang berpuasa di tahanan bukan tidak mampu menahan lapar dan dahaga. Namun tidak mampu menahan emosi, ketika tiba waktu siang. Karena kondisi sangat panas.

Terkadang dalam kondisi panas, perasaan selalu ingin marah. Daripada tidak tahan, ada yang tidak mampu berpuasa dan terpaksa membatalkan puasanya saat tengah hari. Bagi yang sabar puasanya tetap dilanjutkan hingga waktu maghrib.

Sukur sangat miris dengan menu buka puasa yang diberikan pihak PTS. Jika bersama keluarga tentu masih dapat berbuka puasa dengan berbagai menu makanan. Sedangkan di PTS hanya diberikan air putih. Selebihnya berusaha sendiri untuk mencari makanan buka puasa lainnya.

“Cukuplah sekali saya rasakan berpuasa di dalam PTS, sudah tidak sanggup lagi jika disajikan makanan seperti itu,” ujarnya.

Pria yang telah tinggal di Tawau, selama 10 tahun ini hanya sanggup berpuasa selama 10 hari. Setelah itu tak sanggup lagi. Baginya bukan karena makanan sahurnya hanya nasi dan buka puasanya hanya air yang diberikan. Namun kondisi tahanan yang sangat tidak nyaman, bahkan banyak yang terkena penyakit gatal-gatal.

Menurutnya, berpuasa di dalam PTS jika tak dipaksakan pasti tidak ada yang sanggup. Ia sangat bersyukur bisa bebas sebelum Lebaran. Masih ada ratusan BMI lagi yang masih ditahan di PTS. Kemungkinan akan Lebaran di dalam PTS.

Sukur bersama temannya, berjanji akan bertahan di Nunukan untuk sementara waktu dan belum berniat untuk kembali bekerja di Tawau, Malaysia. Walaupun paspor yang dimiliki masih berlaku. Paspor dijamin oleh pihak perusahaan di Malaysia.

“Kesalahan saya penyalahgunaan narkoba, paspor saya masih dapat digunakan di Malaysia. Namun lebih baik tinggal dulu di Nunukan bekerja sementara waktu,” tambahnya.

Sebelum dibebaskan, para deportan ini ditampung sementara di rusunawa untuk diberikan pembekalan oleh BP3TKI Nunukan. Bahkan jika ada yang ingin bekerja di Nunukan akan dibantu, dan yang ingin pulang ke kampung halamannya akan difasilitasi. Begitu pula yang ingin kembali menjadi TKI yang prosedural. (***/lim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Akal Sehat Bikin Tamat Kereta Cepat


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler