Cerita dari Kamp Pengungsi Korban ISIS: Kapan Kami Pulang dan Bersekolah?

Rabu, 18 Maret 2015 – 20:35 WIB
Pengungsi di Kamp Newroz. Foto: AFP-ARAnews

jpnn.com - ISIS sudah menjadi momok dimana-mana. Teror dan kekejaman yang dilakukan kelompok militan tersebut juga dirasakan minoritas suku Yezidi Kurdi di utara Irak. 

Banyak anak-anak Yezidi yang mengungsi dengan keluarganya, dari daerah Shingal (perbatasan Irak-Syria) berlindung di kamp pengungsi Newroz di pedesaan Derik (Malikiya) di provinsi Hasakah, timur laut Syria.

BACA JUGA: Bercinta Satu Malam, Eh Hamil, Ayah Bayi Dicari Lewat Iklan

Anak-anak pengungsi Yezidi itu kini menderita masalah psikologis yang parah.

Sumber dari tim medis di kamp Newroz menyebutkan, pengungsi yang sebagian besar adalah anak-anak itu menderita kekurangan pelayanan kesehatan dasar.

BACA JUGA: Parah! Putri Anwar Ibrahim pun Ditangkap

"Anda dapat melihat penderitaan dan trauma perang di wajah anak-anak di kamp," salah satu administrator, kepada kantor berita independen di Syria, ARA News, Rabu (18/3).

Seorang psikiater di Newroz mengatakan, traumatik yang dialami oleh anak-anak Yezidi, diikuti kondisi fisik yang semakin hari kian buruk telah meninggalkan dampak psikologis yang serius.

BACA JUGA: Terseret Layang-Layang Raksasa, Bocah 5 Tahun Tewas Akibat Jatuh dari Udara

"Ini yang akan memengaruhi kemajuan intelektual dan emosional mereka. Meskipun kamp disediakan dengan kegiatan seperti olah raga dan pendidikan di bawah pengawasan spesialis terlatih, kurangnya bantuan psikologis telah menyebabkan kekosongan dalam layanan yang tersedia," katanya.

Seorang guru di kamp, Mustafa Khatib juga tak mampu menyembunyikan rasa prihatinnya. 

"Selama kelas, anak-anak tetap mengajukan pertanyaan yang sama, 'kapan kami pulang ke rumah dan belajar di sekolah kami sebelumnya?" ujar Mustafa.

Para orang tua juga khawatir soal psikologis yang memburuk dari anak-anak mereka. Dari hari ke hari, mereka menumpuk impian untuk segera mengakhiri kehidupan yang sengsara di kamp, dan kembali ke kampung halaman mereka untuk menjalani kehidupan normal.

"Meskipun anak-anak saya sudah mengalami serangan ISIS, mereka masih memimpikan hari untuk kembali ke rumah, hidup dalam damai," ujar seorang orangtua di kamp tersebut, Hussein Murad.

Dia menunjukkan bahwa satu-satunya pengobatan untuk kondisi mental ini adalah mereka kembali ke kehidupan normal mereka di rumah. "Kami ingin kembali di mana kami lahir, namun jauh dari kehidupan perang dan pengungsian," katanya.

Pengungsi dari daerah Yezidi ini terpaksa meninggalkan kampung halamannya, usai kelompok radikal ISIS dilaporkan menyerang daerah tersebut sekitar Agustus 2014. Serangan kejam itu dialami warga sipil, ratusan wanita diculik dan ditawan, serta memaksa ribuan orang melarikan diri dari rumah mereka. (adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Empat Fakta Sedih di Syria selama 4 Tahun Dilanda Perang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler