Cerita Eka dan Dimas, Dua Pria yang Kehilangan Ayah Karena Covid-19

Minggu, 30 Mei 2021 – 15:48 WIB
Vaksinasi COVID-19 untuk lansia. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - "Bapak wafat pada usia 85 tahun," kata Eka Simanjuntak.

Ayah Eka, Humala Simanjuntak meninggal dunia 1 Maret 2021 lalu. Sebelumnya Humala sempat dirawat sebelas hari di Rumah Sakit Hermina Kemayoran.

BACA JUGA: Vaksinasi dan Penerapan Prokes Percepat Pemulihan Kesehatan

Menurut Eka, sebelum meninggal dunia ayahnya masih sangat aktif, masih bekerja, jalannya juga masih tegak, berpikir baik bahkan ke mana-mana masih setir sendiri.

Pak Humala berprofesi sebagai pengacara, dan menurut Eka ayahnya masih aktif melakukan pendampingan bagi orang-orang yang memiliki masalah hukum.

BACA JUGA: Siaga! Lonjakan Kasus Covid-19 Bisa Terjadi di Jabodetabek

Namun, satu saat ayahnya jatuh di tangga.

Eka dan keluarga sempat membawa ayahnya ke rumah sakit. Sempat didiagnosis memiliki masalah pada gendang telinga (keseimbangannya terganggu) dan rawat jalan di rumah.

BACA JUGA: Bolehkah Penyintas Kanker Ovarium Terima Vaksin Covid-19? Begini Kata Ahli

Pada saat makan, ayahnya tidak bisa mencium bau dan merasakan makanan.

"Kakak saya mulai curiga, ayah saya langsung di PCR dan hasilnya positif COVID-19. Kemudian langsung dirawat di RS Hermina Kemayoran hingga tutup usia," katanya seperti diberitakan Tim Komunikasi Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.

Eka menceritakan, semasa hidupnya ayahnya adalah orang yang sangat disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Tidak hanya pada dirinya, tetapi juga rekan kerja di kantor.

Ayahnya sering mengingatkan yang lain agar selalu menerapkan protokol kesehatan seperti menggunakan masker dan tidak boleh berkumpul.

Eka mengatakan, pada suatu saat, untuk sebuah keperluan, ayahnya pulang ke kampung.

Di sana ayahnya menyaksikan banyak orang yang tidak menjalankan protokol kesehatan, tidak memakai masker, tidak menjaga jarak tetapi tidak banyak yang tertulari COVID-19.

Nah pengalaman itulah yang membuat ayahnya kemudian mulai menganggap COVID-19 tidak terlalu berbahaya seperti yang selama ini disampaikan.

"Apalagi ayah saya merasa sehat dan masih bisa beraktivitas seperti biasa di usia yang sudah 85 tahun," ujarnya.

Eka pun berpesan kepada siapa pun untuk tidak menganggap remeh COVID-19 meski merasa sehat.

Menurut Eka, ayahnya juga dari segi kesehatan tidak pernah ada masalah. Selama hidup ayahnya juga amat konsen dengan kesehatan, makan dan tidur teratur, serta rajin olahraga, tetapi akhirnya terpapar COVID-19 dan meninggal.

"Kita tidak pernah tahu dalam kondisi seperti apa bisa tertulari," ujar Eka.

Untuk itu, dia pun mengingatkan, vaksinasi saat ini merupakan satu-satunya cara menghindari COVID-19 selain menerapkan protokol kesehatan.

Tidak ada alasan untuk tidak divaksinasi. Ada banyak rumor tentang efek samping setelah divaksinasi, tetapi ada ratusan juta orang di seluruh dunia yang telah divaksinasi dan sejauh ini hampir semua baik-baik saja.

"Tidak ada yang lain. Vaksinasi mengurangi risiko, dan kalau masih tertulari, proses penyembuhannya akan lebih baik dibanding dengan yang belum divaksinasi," kata Eka.

Peristiwa serupa juga dialami Taufiq Dimas (20), asal Banyumas, yang harus kehilangan ayahnya karena COVID-19.

Dimas berpesan, pandemi sudah lama melanda bangsa ini dan sudah banyak yang harus meninggal dunia akibat COVID-19.

Sudah bukan waktunya untuk ragu apakah COVID-19 ada atau tidak. Apalagi sampai menganggap enteng dan meremehkan.

Dimas juga berpendapat, vaksinasi amat penting terutama bagi lansia.

"Jangan karena masih merasa sehat saja dan tidak pernah mengalami hal yang tidak diinginkan menjadi abai dengan protokol dan malah membahayakan orang lain," ujar Dimas.

Angka kematian pada lansia usia 60 tahun ke atas akibat COVID-19 mencapai 49,4 persen.

Persentase tersebut yang tertinggi di antara kelompok usia lainnya.

Karena memiliki risiko tinggi jika terkena COVID-19, menjadi sangat penting untuk memprioritaskan perlindungan kepada lansia.

Sementara itu Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito mengatakan, pihaknya juga mencatat untuk kelompok usia 46-59 tahun mencapai 35,5 persen, usia 31-45 tahun sebanyak 11,2 persen, sisanya berasal dari kelompok usia 30 tahun ke bawah.

"Hingga Jumat 28 Mei 2021 angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia bertambah 193 orang sehingga total mencapai 50.100 orang," ujar Prof. Wiku.

Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menjelaskan, lansia merupakan kelompok rentan (vulnerable), sama seperti bayi dan anak-anak.

Daya tahan tubuh mereka lebih rendah dibandingkan dewasa muda, maka wajar saja jika terinfeksi, mereka lebih berat menghadapinya.

Kemudian, lanjutnya, lansia sebagian besar memiliki komorbid, penyakit degeneratif yang diderita lansia karena penuaan.

Hal ini sangat berpengaruh terhadap kematian lansia karena COVID-19. "Apalagi jika komorbidnya tidak terkontrol," ujarnya.

Masdalina menambahkan, karena mekanisme pertahanan diri pada lansia turun sangat jauh dibandingkan kelompok usia muda, jadi lebih banyak harus diberi dukungan dari luar untuk bertahan. Misalnya obat dan suplemen.

"Tentu saja vaksinasi dan protokol kesehatan juga harus jalan," kata Masdalina. (kpcpen/rdks/vjy)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler