jpnn.com - DEMO mahasiswa dan perang antarkelompok. Makassar seolah identik dengan citra buruk itu.
Citra inilah yang kemudian digambarkan dalam adegan film Bombe'. Film garapan sekelompok anak muda Makassar ini mencoba untuk menyampaikan sebuah pesan sarat makna.
BACA JUGA: Korban Kelud: Ashanty Lebih Cantik Aslinya
Film Bombe' merupakan besutan sang sutradara, Syahrir Arsyad Dini alias Rere Art2tonic dan kawan-kawannya, bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Makassar. Melalui adegan demi adegannya, Bombe' ingin membawa kita untuk merasakan dampak jika permusuhan terus terjadi di Kota Makassar.
Kota Makassar yang tadinya ramai dengan aktivitas penduduknya, dalam sekejap menjadi lengang dan gelap. Rere menuturkan, film ini masih dalam penggarapan.
BACA JUGA: Anang-Ashanty Sumbang Korban Kelud Lewat Malang Post
"Rencananya semua rampung dalam waktu enam bulan, hingga Maret nanti. Masih ada beberapa adegan yang sementara kita garap," kata Rere.
Film ini diawali adegan dua gank anak sekolah dasar yang saling bermusuhan. Hampir setiap hari mereka berkelahi. Ada saja yang memicu pertengkaran mereka. Adegan ini pun menyadarkan kita jika bibit permusuhan sebenarnya telah ada sejak kita kecil.
BACA JUGA: Nadya Hutagalung Teliti Gading Gajah
Sebab secara tak sadar, demo dan tawuran yang kerap terjadi, membuat anak kecil melakukan yang sama, saling bombe' (bermusuhan).
Lewat akting enam anak ini, Rere dkk mencoba menggambarkan dampak dari permusuhan itu sendiri. Kota Makassar yang tadinya ramai oleh hiruk pikuk aktivitas penduduknya, tiba-tiba menjadi sunyi senyap dalam sekejap. Tidak ada lagi nafas kehidupan tersisa, selain enam anak yang mencoba mencari tahu apa yang terjadi dengan kota yang mereka cintai.
"Anak-anak ini dilatih berakting secara khusus selama sebulan penuh, sebelum mereka menjalani syuting," ujar Rere.
Menciptakan adegan jalan dan pemukiman yang sunyi, bukan hal mudah. Makassar terkenal dengan kota yang padat, bukan hanya penduduk, tapi juga kendaraan. Rere menuturkan, pihaknya harus bekerjasama dengan kepolisian untuk menutup jalanan selama beberapa jam. Hal ini untuk mendapatkan adegan yang benar-benar sunyi tanpa satu pun kendaraan yang melintas.
"Untuk mendapatkan momen sunyi itu, kita juga melakukan syuting pada tengah malam dan dini hari," beber Rere.
Kondisi cuaca juga ikut menentukan jadwal syuting. Rere dkk harus berburu cuaca yang tepat. Tidak terlalu panas dan juga tidak hujan. Inilah yang menjadi tantangan bagi mereka. Alasan Rere, mereka tidak ingin gambar yang dihasilkan menciptakan bayangan yang mengganggu kualitas film.
Menariknya, hampir seluruh adegan menggunakan bahasa dan logat kental Makassar. Alhasil, film yang rencananya diputar di bioskop seluruh Indonesia ini bakal dibuatkan subtitle.
Di tengah film yang berdurasi 100 menit ini, ada sosok Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Ilham memerankan adegan sebagai wali kota, persis di dunia nyata. Dalam film ini, Ilham seolah menjadi pemeran kunci. Dia-lah yang menuntun keenam anak yang tersesat itu untuk mencari tahu jawaban atas kejadian yang mereka alami.
"Mudah-mudahan dengan film ini, membuat masyarakat sadar akan tanggung jawab untuk menjaga Kota Makassar yang kita cintai bersama," ucap Ilham saat dimintai tanggapannya memerankan salah satu tokoh.
Film yang diperkirakan menelan biaya produksi miliaran rupiah ini tidak hanya mengandung banyak pesan sosial. Di sisi lain, sutradara mengangkat betapa indahnya Kota Makassar dari sejumlah sudut. Hal ini tergambar dari sudut-sudut kota nan cantik. Sebut saja; Pantai Losari, Karebosi, dan Monumen Mandala. (yuk)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Michael Buble Momong Keluarga di Disneyland
Redaktur : Tim Redaksi