Cerita si Cantik Berhijab Menjalani Puasa 18 Jam di Jerman

Kamis, 23 Juni 2016 – 05:38 WIB
Berlian Marsielle Noto Prawiro. Foto: Ist for Kaltim Post/JPNN.com

jpnn.com - BERLIAN Marsielle Noto Prawiro sedang menempuh kuliah di Jeramn. Gadis cantik asal Kalimantan Timur itu cerita mengenai puasa di negara yang mayoritas bukan beragama Islam.

Di negera tersebut, tentu sangat berbeda dengan di tanah air. Mulai iklim, makanan, hingga waktu. Tak lupa juga godaan. Berikut cerita alumnus SMA 1 Samarinda itu yang dikirim kepada Kaltim Post (Jawa Pos Group) kemarin. 

BACA JUGA: Tips Sehat Selama Puasa Ala Dokter Lula Kamal

Sebenarnya, aku bingung mau mulai dari mana. Tapi, aku coba untuk menulis sebaik mungkin ya. Setelah lulus dari SMA, aku melanjutkan kuliah di Jerman. Tepatnya di kota pariwisata nan indah bernama Dresden. Tahun ini merupakan puasaku yang keenam di Jerman. Sejak Agustus 2011, aku sudah merasakan menjalani ibadah puasa tanpa keluarga yang menemani. 

Hal yang membuat berbeda berpuasa di Jerman dan Indonesia, khususnya di Samarinda, adalah waktu yang relatif lama. Kami masyarakat muslim di Eropa merasakan puasa dari pukul 03.20 sampai pukul 21.30. Kira-kira sekitar 18 jam. Bahkan di Inggris tahun ini berpuasa sampai 20 jam. Jadi, jangan lupa untuk terus bersyukur kepada Allah yang memberikan rahmat-Nya kepada pembaca yang saat ini berpuasa kira-kira 12 hingga 13 jam. 

BACA JUGA: Yang Mau Mudik ke Lampung, Gak Perlu Lewat Pelabuhan Merak-Bakauheni

Namun, mau berpuasa 18 jam atau 12 jam itu sama saja. Sebab, yang terpenting niatnya adalah untuk tetap menjalankan ibadah di bulan penuh berkah ini karena Allah semata.

Pasti ada pembaca yang kaget ya? Lantas muncul pertanyaan, kok bisa tahan sih puasa selama itu? Boleh enggak puasa setengah hari aja? Sayangnya umurku sudah diwajibkan untuk puasa penuh sampai matahari terbenam. 

BACA JUGA: Prajurit Koarmatim Berlomba Dalam Kebaikan

He-he...  Alhamdulillah kalau ada niat, Allah akan memudahkan hamba-Nya menjalankan ibadah yang hanya setahun sekali ini. Mau tahu buktinya kalau Allah memberikan kemudahan? Yaitu dengan suhu udara yang sangat nyaman. Yap, khusus Ramadan tahun ini, suhu kisaran 14-22 derajat celcius.

Terkadang siang hari, matahari mulai terik tapi tidak terlalu menyengat. Namun, terkadang juga hujan turun sangat lebat. Mungkin karena ada pemanasan global kali ya, hem…

Pada siang hari, cuaca bisa sangat cerah dan panas sekali dan tiba-tiba petir datang menyambar menunjukkan bahwa hujan akan segera turun. Alhamdulillah, hujan yang penuh berkah datang untuk menyegarkan udara. Intinya ikhlas dan dinikmati saja. 

Oh iya, udara di sini sangat berbeda dengan di Samarinda loh. Biasanya di Indonesia, kita dimanjakan dengan udara panas-tropis yang membuat gampang berkeringat. Nah, beda banget dengan di Jerman. Di Dresden, udaranya lebih kering dan kadang tidak ada angin sama sekali. Udaranya lebih sumpek dan gerah dibandingkan dengan di Tanah Air.

IBADAH DI JERMAN

Alhamdulillah, para ulama di Eropa mengeluarkan fatwa tentang memperbolehkan para muslim dan muslimah untuk menggabungkan salat Magrib dan Isya. Ini dilakukan karena kedua waktu tersebut sangat dekat dengan waktu salat Tarawih. Azan magrib rata-rata dikumandangkan pukul 21.30 dan azan isya normalnya pukul 22.30. Nah bayangin dong, jam berapa salat Tarawih kalau salat Isya saja mulainya pukul 22.30. Mungkin bisa selesai setelah pukul 23.00. Belum lagi jarak asrama dan masjid yang membutuhkan waktu kisaran 30 menit perjalanan, bisa-bisa pulang jam 00.00.

Itulah salah satu alasan adanya fatwa tentang menggabungkan waktu salat. Tentunya juga didukung dengan dalil lainnya. Di Dresden ada masjid bernama Marwa El-Sherbini. Seperti umumnya masjid di Jerman, di sini juga biasa memberikan menu buka puasa untuk semua orang yang datang. Biasanya aku juga datang ke masjid ini untuk berbuka puasa. 

Biasanya disediakan kurma, air putih, susu, dan menu utama ala restoran Arab. Setelah berbuka puasa, jamaah memulai salat Magrib, Isya dan Tarawih secara berurutan atau secara maraton dari pukul 22.30 sampai 23.30. Kalau di rumah, menu buka puasaku sederhana banget. Maklum indekos, yang biasanya hanya masak sendiri. Kalau jajan di luar ‘kan mahal dan belum tentu terjamin kehalalannya. 

Sahurku juga dengan menu seadanya. Biasanya aku mulai makan pukul 02.00. Lalu, dilanjutkan untuk beribadah malam hari dan menunggu hingga azan subuh. Setelah azan, dilanjutkan tidur sampai pukul 08.00 dan siap-siap untuk memulai aktivitas di kampus seperti biasa. Jadwal kampus memang tidak mengalami perubahan. 

Tentu saja karena Jerman bukan negara yang mayoritas penduduknya muslim. Tapi, hal itu tidak menghalangi kaum muslim untuk menjalankan ibadah di bulan suci. Bahkan karena sudah terbiasa dengan rutinitas kegiatan ini, justru membuat lupa bahwa aku sedang berpuasa. Dan tiba-tiba sudah waktunya azan magrib deh.

GODAAN PUASA

Lapar, haus, dan panas itu sudah biasa. Di Indonesia pun juga seperti itu. Mungkin untuk laki-laki lebih banyak godaannya. Karena media periklanan di Jerman, khususnya pada musim panas, seperti ini jauh lebih berani memperlihatkan konten yang banyak mengumbar aurat dibandingkan dengan musim lainnya.

Bukan hanya itu, penampilan-penampilan orang di Jerman juga jauh lebih terbuka saat musim panas dibandingkan musim lainnya. Semoga kita termasuk orang-orang yang tidak tergoda dengan hal-hal tersebut dan selalu istikamah untuk terus berpuasa. Amin.

MAKANAN HALAL

Berbelanja makanan halal di Jerman apalagi di Dresden bukan sesuatu hal yang sulit. Tapi, sebagai perempuan muslim aku harus sangat berhati-hati dengan makanan yang tidak halal. Di Dresden sekarang sudah banyak daging di toko halal. Di sana aku bisa berbelanja ayam, daging yang masih segar dan berbagai bumbu-bumbu khas Turki atau negara Arab lainnya. 

Tapi, sebenarnya aku sudah jarang mengonsumsi daging atau ayam fresh. Selain di toko itu, ada pilihan lain untuk membeli daging ayam berlabel halal. Yaitu, di salah satu supermarket di dekat flat-ku. Mereka menjual ayam beku yang berlabel halal di bagian belakang kemasannya. Tapi, kadang-kadang kalau kangen ayam atau daging ya tinggal pergi ke toko halal yang dekat dengan flat-ku. 

Demikian ceritaku pengalaman berpuasa di Jerman. Semoga bermanfaat. Dan semoga kita dapat menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik dan selalu dekat dengan Allah seusai bulan Ramadan ini.(*/dns/far/k15)

(*)  Penulis adalah mahasiswi Hochschule für Technik und Wirtschaft Dresden (HTW Dresden), Jurusan Teknik Industri, semester enam. Berlian bisa dikunjungi melalui Instagram Berlian_marsie atau blog https://berlianmarsielle.blogspot.de

BACA ARTIKEL LAINNYA... Antisipasi Arus Mudik, AirNav Indonesia Terapkan Sistem AMAN


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler