Cermati Penggunaan Dana Bank Daerah Jelang Pilkada

Sabtu, 27 April 2013 – 00:02 WIB
JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengingatkan DPRD dan masyarakat di Jawa Tengah untuk mencermati penggunaan dana di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jateng, seiring semakin dekatnya pelaksanan Pemilihan Gubernur Jawa Tengah pada 26 Mei mendatang. Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi, menyatakan bahwa jangan sampai bank milik Pemprov Jateng itu digunakan untuk pemenangan pasangan calon tertentu.

Uchok mengungkapkan hal itu terkait rencana Pemprov Jateng mengucurkan dana Rp 1,5 triliun ke BPD Jateng, tanpa menyampaikannya ke publik. Uchok menuturkan, keputusan  Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) Bank Jateng pada 15 Januari lalu maka Pemprov Jateng dan 35 pemerintah kabupaten/kota di Jateng sepakat menetapkan modal dasar bank daerah itu sebesar Rp 1,5 Triliun.

Namun yang juga perlu dicermati, kata Uchok, lazimnya perbankan nasional mengumumkan hasil RUPS lewat media cetak. Namun hal berbeda tidak dilakukan oleh manajemen Bank Jateng. "Publik juga perlu mengawasi kredit macet dan bermasalah pada Bank Jateng yang setiap tahun selalu meningkat," tegas Uchok di Jakarta, Jumat (26/4).

Uchok memaparkan, mengacu pada data FITRA maka pada tahun 2011 jumlah simpanan nasabah di Bank Jateng mencapai Rp 19,3 Triliun. Angka itu naik pada 2012 menjadi Rp 25,7 triliun. Selanjutnya, dana itu dikreditkan kepada debitor sebesar Rp 13,6 triliun pada tahun 2011 dan sebesar Rp 15 Triliun padatahun 2012.

Namun yang harus diingat, lanjut Uchok, tingkat kredit macet yang diberikan Bank Jateng juga terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2008, kredit macet dan bermasalah di Bank Jateng sebesar Rp 20,7 miliar, sedangkan pada tahun 2009 naik jadi Rp 33 miliar. Angka kredit macet Bank Jateng pada 2010 naik menjadi Rp 62,9 Miliar, sedangkan pada tahun 2011 menjadi Rp 141,2 Miliar, dan pada tahun 2012 lalu menjadi Rp 158,5 Miliar.

Uchok mencontohkan kredit sebesar Rp 1,8 miliar dari Bank Jateng cabang Semarang kepada empat debitur yang mengaku mengerjakan proyek pemerintah. "Ternyata, proyek pemerintah tersebut tidak ada dalam Daftar Pelaksanaan Anggaran pemerintah kota semarang tahun 2011 alias bodong," sebutnya.

Lantas bagaimana kaitan antara pengucuran kredit Bank Jateng dengan pelaksanaan pemilihan gubernur? Uchok menegaskan, bukan tidak mungkin modus pengucuran kredit fiktif ke pihak tertentu dilakukan demi pemenangan pihak tertentu.

"Kami mendesak DPRD seluruh Jateng dan publik harus mengawasi kredit yang diberikan Bank Jateng kepada debitor. Kalau tidak, bisa-bisa uang publik yang disimpan di Bank Jateng sebesar Rp 25,7 Triliun untuk tahun 2012  secara pelan-pelan menguap sebagai harga yang harus dibayar karena membiarkan kesepakatan diam-diam pejabat," tegasnya.
 
Selain itu, katanya, jangan sampai dana publik di Bank Jateng justru digunakan sebagai fee kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan soal bank kebanggaan masyarakat Jawa Tengah itu. Sebab mengacu temuan KPK pada 2010, Bank Jateng termasuk satu dari sejumlah bank daerah yang memberi fee ke para pejabat di daerah. Padahal, Bank Indonesia sejak 2005 sudah melarang bank-bank daerah memberi fee ke pejabat.

Pada Pilkada Jateng tahun ini, ada dua calon yang pernah bersentuhan dengan Bank Jateng, yakni Bibit Waluyo dan hadi Prabowo. Bibt adalah calon incumben, sedangkan Hadi sebagai bekas Sekda Jateng, pernah menjadi komisaris di Bank Jateng.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DKPP Harus Jatuhkan Sanksi Tegas ke KPU dan Bawaslu

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler