Chairul Tanjung Beli Telkomvision

Jumat, 07 Juni 2013 – 07:28 WIB
JAKARTA - Persaingan di pasar televisi berbayar atau TV kabel semakin panas. Hal itu terjadi lantaran konglomerat bisnis Chairul Tanjung telah menyetujui untuk membeli 80 persen saham operator televisi berbayar yang juga anak perusahaan pelat merah Telkom, yakni Telkomvision.

Jika terwujud, akuisisi itu akan menambah tentakel gurita bisnis Chairul Tanjung yang saat ini sudah menjamah ritel modern melalui Carrefour, stasiun televisi free-to-air dengan Trans Corp, dan sektor keuangan melalui PT Bank Mega.

Saat ini pasar televisi berbayar masih dikuasai konglomerasi Hary Tanoesoedibjo dengan perusahaan andalannya, Indovision. Market share Indovision mencapai 70 persen dari total market.

Padahal, panetrasi layanan televisi berbayar masih 7 persen jika dibandingkan dengan total rumah tangga di Indonesia. Pasar TV kabel di Indonesia masih jauh dari India yang mencapai 83 persen dan Tiongkok yang sebesar 54 persen.

"Tapi, pertumbuhan kelas menengah kita tinggi sehingga peluang pasar televisi berbayar sangat menarik bagi investor," ungkap salah satu sumber yang mengetahui kesepakatan antara Telkomvision dan Chairul Tanjung, seperti dilansir Reuters tadi malam.

Sumber itu menyebut, nilai kesepakatan antara CT Corp dan PT Indonusa Telemedia  (Telkomvision) tersebut diperkirakan kurang dari USD 100 juta atau sekitar Rp 980 miliar.

Apa yang melatarbelakangi penjualan saham Telkomvision" Pendapatan Telkomvision pada 2012 hanya Rp 405 miliar atau USD 41,33 juta. Angka tersebut jauh lebih kecil daripada pendapatan televisi berbayar PT MNC Sky Vision milik Hary Tanoe yang sebesar Rp 2,4 triliun.

"Kesepakatan ini akan memunculkan nilai bagi Telkom dan para pemegang sahamnya serta perusahaan akan fokus pada bisnis intinya," jelas sumber tersebut.

Di sisi lain, salah seorang juru bicara di Telkom mengatakan, diskusi penjualan Telkomvision tersebut masih berada pada tahap awal dan diharapkan selesai beberapa bulan mendatang. Namun, transaksi itu tidak absen dari tantangan. Pasalnya, rencana divestasi BUMN Telkom pernah mengalami masalah.

Perusahaan menarik diri dari kesepakatan merger salah satu unit telekomunikasinya, TelkomFlexi, dengan PT Bakrie Telecom senilai USD 1 miliar pada 2011. Penyebabnya, muncul oposisi dari serikat pekerja dan parlemen. "Kesepakatan mungkin akan memunculkan masalah dengan serikat pekerja," kata sumber itu.

Serikat pekerja pernah menentang kesepakatan perusahaan merger dengan Bakrie karena khawatir terjadi pemotongan biaya ketika mereka berada di bawah kendali sektor swasta. (gal/c11/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Merpati Rekrut Pramugari Korsel dan Jepang

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler