JAKARTA - Panitia Pusat Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tidak mau ambil pusing dalam menyikapi masalah dugaan praktek 'cuci rapor' di SMAN 5 Medan untuk memuluskan jalan bagi para muridnya kuliah di PTN.
Ketua Panitia Pusat SNMPTN, Prof Akhmaloka, sama sekali tidak tertarik bicara soal sanksi apa yang akan dijatuhkan ke SMAN 5 Medan, jika benar praktek busuk itu terjadi.
Maklum, tahun lalu Panitia sudah diribetkan dengan urusan yang sama di SMAN 5 Medan itu, yang akhirnya kena sanksi masuk black list sekolah yang tidak boleh mengajukan siswanya lewat jalur undangan SNMPTN.
Nah, Akmaloka memastikan, tahun ini praktek-praktek manipulasi nilai rapor tidak akan berhasil mengelabui Panitia.
Model SNMPTN dengan memasukkan semua data sekolah dan siswa melalui laman Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS) yang telah disiapkan panitia seleksi yang terpusat di Universitas Indonesia (UI) itu, susah untuk diakali.
Jadi, kata Akhmaloka, jika ada yang mencoba-coba memanipulasi, ya itu urusan polisi. "Kalau dari kita (Panitia, red) tidak ada dan tidak bisa rapor dimanipulasi. Kalau ada, saya kira itu domain polisi," ujar Akhmaloka, yang juga Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) itu, saat dihubungi JPNN dari Jakarta, kemarin. Akhmaloka sendiri, saat dihubungi, mengaku sedang berada di Paris.
Bukankah ini untuk yang kedua kali? Bukan kah sanksi harus diperkeras lagi karena jika memang terbukti memang ada praktek 'cuci rapor', berarti SMAN 5 Medan ini tergolong bandel dan nekat?
Menjawab pertanyaan itu, lagi-lagi Akhmaloka memberikan isyarat, pihaknya tidak mau ambil pusing mikirin soal sanksi. Ditegaskan lagi, itu urusannya dengan polisi.
"Kalau tahun alu kena black list sekolah tidak bisa daftar SNMPTN. Nah, kalau memaslsukan sesuatu memang bukan kewenangan kami tapi kewenangan polisi," tegas dia.
Seperti diberitakan, diduga terjadi praktek 'cuci rapor di SMAN5 Medan dengan tarif hingga Rp10 juta.
Keterangan ini disampaikan langsung oleh dua oknum guru di SMA negeri yang berada di Jalan Pelajar Medan tersebut.
“Banyak murid yang mengeluh dengan saya karena nilai mereka tertimpa oleh murid yang melakukan cuci rapor. Data siswa yang melakukan cuci rapor juga saya peroleh dari siswa. Menurut informasi yang saya terima, untuk melakukan cuci rapor dikenakan biaya Rp5 juta-7 juta,” begitu pengakuan sang guru kepada Sumut Pos (Grup JPNN), Senin (25/3).
Oknum guru satu lagi menimpali kalau biaya cuci rapor bahkan bisa mencapai Rp10 juta. Menurut perkiraan mereka berdua, murid yang dicuci rapornya mencapai 20 orang.
Sebelumnya, setahun yang lalu, pada Tahun Pelajaran 2011/2012 ini, Panitia SNMPTN 2012 terapkan ‘blacklist’ kepada SMA Negeri 5 Medan untuk jalur undangan.
Pasalnya, sekolah yang beralamat di Jalan Pelajar No 17 Medan ini melakukan mark up nilai siswa pada semester 3, 4 dan 5. Awalnya sekolah ini di-blacklist selama tiga tahun. Belakangan hukuman dikurangi menjadi setahun. Beberapa bulan setelah kasus ini mengemuka, Kepala Sekolah SMAN 5 saat itu, Lindawati, dicopot dari jabatannya.
Panitia Pusat, saat itu, bisa mengetahui mark up rapor, karena menyandingkan data yang masuk ke panitia, dengan nilai aslinya.
"Nah, dokumen aslinya itu, setelah dikonfrontir dengan data yang di-online, ternyata beda. Ada perubahan skor. Dokumen dimanipulasi. Itu persoalannya, bukan karena masalah lain," tegas Sekretaris SNMPTN Tahun 2012, Rochmat Wahad, saat itu.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kemendikbud, Djoko Santoso juga pernah menyampaikan, model SNMPTN tahun 2013 ini memang model baru. Model ini diyakini sudah bisa merekam kemampuan siswa selama sekolah.
"Jadi kalau nilainya sudah ada, mengapa harus bikin tes lagi, kan lebih efisien. Ukurannya kan ada dua, satu dari rapor dan kedua Ujian Nasional, dua-duanya digunakan," ujar Djoko, beberapa waktu lalu.
Ditanya soal kemungkinan kecurangan dalam pengisian PDSS bagaimana, Djoko menjawab, hal itu mudah.
"O itu mudah itu, deteksinya mudah. Jadi nanti setelah dipelajari (data-datanya, red) panitia pasti bisa menemukan kejanggalannya," ujar Djoko. (sam/jpnn)
Ketua Panitia Pusat SNMPTN, Prof Akhmaloka, sama sekali tidak tertarik bicara soal sanksi apa yang akan dijatuhkan ke SMAN 5 Medan, jika benar praktek busuk itu terjadi.
Maklum, tahun lalu Panitia sudah diribetkan dengan urusan yang sama di SMAN 5 Medan itu, yang akhirnya kena sanksi masuk black list sekolah yang tidak boleh mengajukan siswanya lewat jalur undangan SNMPTN.
Nah, Akmaloka memastikan, tahun ini praktek-praktek manipulasi nilai rapor tidak akan berhasil mengelabui Panitia.
Model SNMPTN dengan memasukkan semua data sekolah dan siswa melalui laman Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS) yang telah disiapkan panitia seleksi yang terpusat di Universitas Indonesia (UI) itu, susah untuk diakali.
Jadi, kata Akhmaloka, jika ada yang mencoba-coba memanipulasi, ya itu urusan polisi. "Kalau dari kita (Panitia, red) tidak ada dan tidak bisa rapor dimanipulasi. Kalau ada, saya kira itu domain polisi," ujar Akhmaloka, yang juga Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) itu, saat dihubungi JPNN dari Jakarta, kemarin. Akhmaloka sendiri, saat dihubungi, mengaku sedang berada di Paris.
Bukankah ini untuk yang kedua kali? Bukan kah sanksi harus diperkeras lagi karena jika memang terbukti memang ada praktek 'cuci rapor', berarti SMAN 5 Medan ini tergolong bandel dan nekat?
Menjawab pertanyaan itu, lagi-lagi Akhmaloka memberikan isyarat, pihaknya tidak mau ambil pusing mikirin soal sanksi. Ditegaskan lagi, itu urusannya dengan polisi.
"Kalau tahun alu kena black list sekolah tidak bisa daftar SNMPTN. Nah, kalau memaslsukan sesuatu memang bukan kewenangan kami tapi kewenangan polisi," tegas dia.
Seperti diberitakan, diduga terjadi praktek 'cuci rapor di SMAN5 Medan dengan tarif hingga Rp10 juta.
Keterangan ini disampaikan langsung oleh dua oknum guru di SMA negeri yang berada di Jalan Pelajar Medan tersebut.
“Banyak murid yang mengeluh dengan saya karena nilai mereka tertimpa oleh murid yang melakukan cuci rapor. Data siswa yang melakukan cuci rapor juga saya peroleh dari siswa. Menurut informasi yang saya terima, untuk melakukan cuci rapor dikenakan biaya Rp5 juta-7 juta,” begitu pengakuan sang guru kepada Sumut Pos (Grup JPNN), Senin (25/3).
Oknum guru satu lagi menimpali kalau biaya cuci rapor bahkan bisa mencapai Rp10 juta. Menurut perkiraan mereka berdua, murid yang dicuci rapornya mencapai 20 orang.
Sebelumnya, setahun yang lalu, pada Tahun Pelajaran 2011/2012 ini, Panitia SNMPTN 2012 terapkan ‘blacklist’ kepada SMA Negeri 5 Medan untuk jalur undangan.
Pasalnya, sekolah yang beralamat di Jalan Pelajar No 17 Medan ini melakukan mark up nilai siswa pada semester 3, 4 dan 5. Awalnya sekolah ini di-blacklist selama tiga tahun. Belakangan hukuman dikurangi menjadi setahun. Beberapa bulan setelah kasus ini mengemuka, Kepala Sekolah SMAN 5 saat itu, Lindawati, dicopot dari jabatannya.
Panitia Pusat, saat itu, bisa mengetahui mark up rapor, karena menyandingkan data yang masuk ke panitia, dengan nilai aslinya.
"Nah, dokumen aslinya itu, setelah dikonfrontir dengan data yang di-online, ternyata beda. Ada perubahan skor. Dokumen dimanipulasi. Itu persoalannya, bukan karena masalah lain," tegas Sekretaris SNMPTN Tahun 2012, Rochmat Wahad, saat itu.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kemendikbud, Djoko Santoso juga pernah menyampaikan, model SNMPTN tahun 2013 ini memang model baru. Model ini diyakini sudah bisa merekam kemampuan siswa selama sekolah.
"Jadi kalau nilainya sudah ada, mengapa harus bikin tes lagi, kan lebih efisien. Ukurannya kan ada dua, satu dari rapor dan kedua Ujian Nasional, dua-duanya digunakan," ujar Djoko, beberapa waktu lalu.
Ditanya soal kemungkinan kecurangan dalam pengisian PDSS bagaimana, Djoko menjawab, hal itu mudah.
"O itu mudah itu, deteksinya mudah. Jadi nanti setelah dipelajari (data-datanya, red) panitia pasti bisa menemukan kejanggalannya," ujar Djoko. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Buku Babon Kurikulum 2013 Dicetak Akhir April
Redaktur : Tim Redaksi