“Presiden punya hak prerogatif untuk mengganti menteri, termasuk menteri dari PKS. Apalagi Kepala Negara pasti sudah memiliki pertimbangan-pertimbangan matang. Membiarkan rapat kabinet tanpa menteri bersangkutan (kebetulan dari PKS-red), malah merugikan pemerintah sendiri,” ujar Akbar Tandjung, di Jakarta, Selasa (17/4) menanggapi tidak diundangnya Menteri Sosial Segaf Al Jufri dalam rapat penanganan gempa yang dipimpin Presiden SBY dan Wapres Boediono di Istana Bogor, Senin (16/4).
Menurut Akbar, KBI jilid II mempunyai visi dan misi untuk merealisasi program dan janji pemerintah. Namun, jika dalam rapat kabinet yang membahas kepentingan rakyat dan itu terkait pula dengan program dan tujuan pembangunan saat ini, akibatnya bukan saja pada kinerja kabinet semata, tapi juga rakyat dirugikan.
“Jadi, Presiden, baik sebagai Kepala Pemerintahan maupun Kepala Negara, harus melihat dari perspektif kepentingan rakyat yang lebih luas. Jika alasannya ada persoalan politis dan komitmen dalam berkoalisi, maka sebaiknya dilakukan pergantian menteri saja,” tegas Akbar.
Memang kata mantan Ketua DPR RI ini, setiap tindakan dalam hal ini reshuffle pasti ada konsekuensinya, tapi konsekuensi itu akan berubah menjadi sesuatu yang baik bagi semua kabinet dan rakyat dan di situlah ujian seorang presiden.
Akbar mengingatkan agar sisa masa pemerintahan yang tinggal dua tahun dimanfaatkan untuk membangun kepercayaan dan memberikan sesuatu yang berguna bagi masyarakat banyak. Ini bisa dilakukan jika seluruh menteri kabinet dapat menjalankan tugasnya dengan sungguh sungguh.
”Jika seperti sekarang, bagaimana menteri bisa mengambil keputusan, kalau rapat kabinet saja tidak ikut,” tanya Akbar.
Di dalam KBI jilid II saat ini menteri dari PKS selain Salim Segaf Al Jufri adalah Tifatul Sembiring yang menjabat Menkoinfo dan Suswono yang dipercaya sebagai Menteri Pertanian.
Menanggapi rencana koalisi baru yang dicetuskan sejumlah elite Partai Demokrat yakni dengan mengajak Hanura dan Gerindra, Akbar mengatakan hal itu memang sudah terdengar, tapi kemungkinannya belum dapat dipastikan. Apalagi ada kecenderungan Hanura dan Gerindra menolak.
Pada intinya, kata Akbar Demokrat membutuhkan koalisi baik di pemerintahan maupun di parlemen.
“Nah, pengalaman selama ini mungkin Demokrat kecewa dengan PKS, sehingga muncul suara untuk menyingkirkan PKS dari koalisi. Tapi, semua itu hak presiden,” ujar Akbar Tandjung. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Naik Pangkat Lebih Cepat Dan Dapat Remunerasi
Redaktur : Tim Redaksi