JAKARTA--Pengusaha rokok yang memiliki hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan kesamping hingga dua derajat, produknya akan dikenakan cukai tinggi. Kebijakan ini tercantum dalam Pasal Peraturan Menteri Keuangan 2 huruf d pada (PMK) No. 78/2013 tentang Penetapan Golongan dan Tarif Cukai Hasil Tembakau. Peraturan baru tersebut mulai berlaku keseluruh industri rokok pada 12 Juni 2013.
Hasan Aoni Aziz, Sekretaris Jendral Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) jelas menolak keras peraturan ini. Ia menilai pemerintah tidak memiliki niat baik untuk mengatur industri karena telah melanggar hak azasi yang diatur dalam UUD 45.
"Aturan ini sangat diskriminatif, industri rokok kretek Indonesia sebagian besar berbasiskan keluarga, kalau diterapkan maka seluruh perusahaan rokok kretek di Indonesia jelas mati," tegas Aoni Aziz, dalam diskusi bersama media di Jakarta, Rabu (15/5).
Hubungan sedarah dimaksud misalnya hubungan antara ayah ibu dan anak, sedangkah hubungan semenda dua derajad yang dimaksud adalah saudara kandung hingga ipar. Ini artinya, pengusaha rokok yang punya hubungan keluarga walaupun keduanya memproduksi rokok golongan berbeda akan dikenakan satu cukai rokok.
Perusahaan rokok sendiri dibagi dalam 3 golongan. Golongan III adalah yang volume produksinya hingga 300 juta batang per tahun, golongan II produksinya berkisar 300 juta 2 miliar batang per tahun dan golongan I adalah yang produksinya diatas 2 miliar batang per tahun.
Diilustrasikan, jika pabrik rokok A dan pabrik rokok B yang masuk golongan II, masing-masing berkapasitas produksi 1,5 miliar batang dan 0,75 miliar batang rokok setahun, dinyatakan memiliki hubungan keterkaitan keluarga. Maka setelah diberlakukannya PMK No.78/2013 keduanya akan dimasukkan dalam golongan I karena produksi total keduanya mencapai 2,25 miliar batang. Dengan demikian, tarif cukai yang harus dibayar pun akan naik secara signifikan
Menurut Aoni, alasan pemerintah mengeluarkan kebijakan ini karena dianggap bisa menjadi siasat pengusaha rokok untuk menghindari cukai rokok yang ditetapkan pemerintah tiap tahunnya tidak masuk akal. Menurutnya, pemerintah tidak pernah survei dan menjaring aspirasi pengusaha terkait kebijakan ini.
"Alasan pemerintah mengada-ada, ini jelas merusak heritage sosial bangsa ini yang ratusan tahun mengandalkan hubungan kekeluargaan dalam bisnis, " ungkapnya.
Selain larangan hubungan keluarga, Peraturan Menteri ini juga mengatur pembatasan hubungan keterkaitan lain, yakni: permodalan, manajemen, penggunaan tembakau iris yang diperoleh dari pengusaha pabrik lain yang punya penyertaan modal minimal 10 persen.
Aoni Aziz menuturkan, sejak ditetapkan banyak kebijakan atau regulasi pengetatan industri rokok, banyak pabrik rokok kecil yang tutup. Pada tahun 2007, jumlah pabrik rokok mencapai 5000 pabrik, sekarang jumlahnya menyusut hanya tinggal 600 perusahaan.
"Industri dibatasi sedemikian rupa, industri turun bukan karena persaingan pasar namun karena kebijakan-kebijakan pemerintah dan regulasinya," ungkapnya. (Esy/jpnn)
Hasan Aoni Aziz, Sekretaris Jendral Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) jelas menolak keras peraturan ini. Ia menilai pemerintah tidak memiliki niat baik untuk mengatur industri karena telah melanggar hak azasi yang diatur dalam UUD 45.
"Aturan ini sangat diskriminatif, industri rokok kretek Indonesia sebagian besar berbasiskan keluarga, kalau diterapkan maka seluruh perusahaan rokok kretek di Indonesia jelas mati," tegas Aoni Aziz, dalam diskusi bersama media di Jakarta, Rabu (15/5).
Hubungan sedarah dimaksud misalnya hubungan antara ayah ibu dan anak, sedangkah hubungan semenda dua derajad yang dimaksud adalah saudara kandung hingga ipar. Ini artinya, pengusaha rokok yang punya hubungan keluarga walaupun keduanya memproduksi rokok golongan berbeda akan dikenakan satu cukai rokok.
Perusahaan rokok sendiri dibagi dalam 3 golongan. Golongan III adalah yang volume produksinya hingga 300 juta batang per tahun, golongan II produksinya berkisar 300 juta 2 miliar batang per tahun dan golongan I adalah yang produksinya diatas 2 miliar batang per tahun.
Diilustrasikan, jika pabrik rokok A dan pabrik rokok B yang masuk golongan II, masing-masing berkapasitas produksi 1,5 miliar batang dan 0,75 miliar batang rokok setahun, dinyatakan memiliki hubungan keterkaitan keluarga. Maka setelah diberlakukannya PMK No.78/2013 keduanya akan dimasukkan dalam golongan I karena produksi total keduanya mencapai 2,25 miliar batang. Dengan demikian, tarif cukai yang harus dibayar pun akan naik secara signifikan
Menurut Aoni, alasan pemerintah mengeluarkan kebijakan ini karena dianggap bisa menjadi siasat pengusaha rokok untuk menghindari cukai rokok yang ditetapkan pemerintah tiap tahunnya tidak masuk akal. Menurutnya, pemerintah tidak pernah survei dan menjaring aspirasi pengusaha terkait kebijakan ini.
"Alasan pemerintah mengada-ada, ini jelas merusak heritage sosial bangsa ini yang ratusan tahun mengandalkan hubungan kekeluargaan dalam bisnis, " ungkapnya.
Selain larangan hubungan keluarga, Peraturan Menteri ini juga mengatur pembatasan hubungan keterkaitan lain, yakni: permodalan, manajemen, penggunaan tembakau iris yang diperoleh dari pengusaha pabrik lain yang punya penyertaan modal minimal 10 persen.
Aoni Aziz menuturkan, sejak ditetapkan banyak kebijakan atau regulasi pengetatan industri rokok, banyak pabrik rokok kecil yang tutup. Pada tahun 2007, jumlah pabrik rokok mencapai 5000 pabrik, sekarang jumlahnya menyusut hanya tinggal 600 perusahaan.
"Industri dibatasi sedemikian rupa, industri turun bukan karena persaingan pasar namun karena kebijakan-kebijakan pemerintah dan regulasinya," ungkapnya. (Esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sekarang Bisa Kirim Uang Lintas Operator
Redaktur : Tim Redaksi