All England 2018

Cuma Hakim Servis dan Tuhan yang Tahu soal Aturan 115 cm

Selasa, 13 Maret 2018 – 10:15 WIB
Marcus Fernaldi (kiri), Herry Iman Pierngadi (tengah) dan Kevin Sanjaya. Foto: Badminton Indonesia

jpnn.com, BIRMINGHAM - Turnamen bulu tangkis paling bergengsi di dunia, All England 2018 akan dimulai di Birmingham Arena, Birmingham, Rabu (14/3).

Selain menunggu aksi semua jago tepok bulu papan atas, All England juga membuat penasaran karena adanya aturan baru soal servis, yang shuttlecock-nya harus 115 cm di atas permukaan lapangan. Peraturan baru itu sudah mulai diuji di German Open pekan kemarin. Hasilnya, banyak pemain yang protes.

BACA JUGA: Indonesia tanpa Gelar di Jerman, Begini Respons PBSI

Nah, kasta German Open dan All England sangat jauh berbeda. Di Jerman masih ada babak kualifikasi dan pesertanya tidak seluruhnya merupakan pemain ranking atas. Namun di Birmingham, semua peringkat teratas dunia wajib ikut, kecuali ada surat keterangan dokter (cedera).

Bisa dibayangkan, jika banyaknya protes di lapangan dari pemain seperti di German Open, terjadi juga di All England. "Ini (servis baru) merugikan pemain. Kami harus mencari solusi, jangan sampai terlalu lama menyalahkan aturan baru. Bagaimanapun juga, aturan harus dijalani dan harus beradaptasi," kata Kepala Pelatih ganda putra PBSI, Herry Iman Pierngadi kepada Badminton Indonesia.

BACA JUGA: Daftar Unggulan All England 2018, 2 Top Seed Milik Indonesia

Menurut Herry, hakim servis bakal sangat menentukan. Bisa dibilang, pengadil yang duduk di seberang wasit utama itu akan banyak memengaruhi pertandingan. "Bisa saja kemenangan ditentukan oleh service judge," tutur Herry.

Dia menjelaskan, di final ganda putra German Open pekan kemarin, pasangan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto merasakan kekesalan gara-gara aturan baru.

BACA JUGA: Lee Chong Wei akan Tantang Wasit Lakukan Servis yang Benar

"Fajar main dari babak pertama sampai semifinal, servisnya aman. Tetapi kenapa di final bisa disalahkan sampai lima kali. Posisi servisnya sama, tingginya sama, semua sama. Bedanya ya service judge-nya, beda orang," kata Herry.

Pelatih yang punya andil besar 'melahirkan' duet Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan dan Marcus Fernaldi/Kevin Sanjaya ini menilai, BWF perlu mempertimbangkan human error di aturan servis yang baru ini.

"Jadi yang menentukan itu service judge, peluang human error juga besar. Kalau perlu ada hawk eye juga, jadi kalau dinyatakan salah, pemain yang tidak terima bisa challenge (pembuktian dengan tayangan ulang), bukti yang jelas, ada rekaman, otentik dan bisa dipertanggungjawabkan. Lebih fair. Kalau sekarang kan penilaian sesaat saja, yang tahu hanya service judge dan Tuhan, dan keputusan itu mutlak, tidak bisa diprotes," pungkas Herry. (adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelang All England, Susi Susanti: Tunggal Putri Tertinggal


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler