JAKARTA--Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ganjar Pranowo kembali berteriak terkait data honorer kategori satu (K1). Banyak nama honorer yang diuji publik, ternyata setelah diperiksa kembali hasilnya berbeda dengan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Ini yang menurut Ganjar menyebabkan banyak honorer yang aakhirnya dicoret, dinyatakan tak layak diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Politisi PDIP itu menilai, hal ini menimbulkan kegaduhan di daerah-daerah. Dia menduga, data verifikasi dan validasi (verval) honorer K1 tahap pertama dimainkan oknum-oknum PNS yang melakukan rekayasa ketika melakukan input data honorer K1 yang diuji publik.
"Saya memang mempertanyakan ketidakvalidan data honorer K1 yang diuji publik dengan hasil quality assurance BPKP. Hasilnya jauh berbeda dan ini menimbulkan kecurigaan ada permainan di intern pemerintah," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ganjar Pranowo di Jakarta, Kamis (17/1).
Perbedaan data ini, lanjutnya, bisa mengisyaratkan kalau pemerintah sengaja mencari alasan baru untuk mengurangi jumlah honorer karena ketidaksiapan anggaran negara. Wajar kalau kemudian masyarakat curiga ada oknum PNS yang sengaja merekayasa data uji publik tersebut.
"Saya sudah katakan kepada pemerintah, karena kinerja mereka yang tidak profesional menyebabkan kegaduhan di daerah-daerah. Masa sudah dinyatakan memenuhi kriteria saat uji publik, tapi setelah di QA malah tidak muncul seluruh namanya," tuturnya.
Mengenai dugaan adanya oknum PNS yang melakukan rekayasa terhadap input data uji publik, Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (WamenPAN&RB) Eko Prasojo mengakui telah menerima banyak surat pengaduan terkait masalah tersebut. Sampai saat ini pemerintah tengah melakukan pengumpulan bukti atas pengaduan masyarakat.
"Bagi PNS, penegakan disiplin diatur dengan PP No 53/2010 tentang Disiplin PNS. Dalam hal ini, sanksinya mulai dari hukuman disiplin ringan, sedang hingga berat, sesuai tingkat pelanggaran yang dilakukan oknum PNS dimaksud," terang guru besar Universitas Indonesia ini.
Ditambahkannya, penegakan disiplin itu tidak mengurangi tindakan hukuman pidana. Apabila terdapat tindakan pemalsuan atau penyalahgunaan jabatan atau tindak pidana lainnya. Baik dalam melakukan pendataan, verifikasi dan validasi, quality assurance, maupun audit tujuan tertentu. (Esy/jpnn)
Ini yang menurut Ganjar menyebabkan banyak honorer yang aakhirnya dicoret, dinyatakan tak layak diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Politisi PDIP itu menilai, hal ini menimbulkan kegaduhan di daerah-daerah. Dia menduga, data verifikasi dan validasi (verval) honorer K1 tahap pertama dimainkan oknum-oknum PNS yang melakukan rekayasa ketika melakukan input data honorer K1 yang diuji publik.
"Saya memang mempertanyakan ketidakvalidan data honorer K1 yang diuji publik dengan hasil quality assurance BPKP. Hasilnya jauh berbeda dan ini menimbulkan kecurigaan ada permainan di intern pemerintah," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ganjar Pranowo di Jakarta, Kamis (17/1).
Perbedaan data ini, lanjutnya, bisa mengisyaratkan kalau pemerintah sengaja mencari alasan baru untuk mengurangi jumlah honorer karena ketidaksiapan anggaran negara. Wajar kalau kemudian masyarakat curiga ada oknum PNS yang sengaja merekayasa data uji publik tersebut.
"Saya sudah katakan kepada pemerintah, karena kinerja mereka yang tidak profesional menyebabkan kegaduhan di daerah-daerah. Masa sudah dinyatakan memenuhi kriteria saat uji publik, tapi setelah di QA malah tidak muncul seluruh namanya," tuturnya.
Mengenai dugaan adanya oknum PNS yang melakukan rekayasa terhadap input data uji publik, Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (WamenPAN&RB) Eko Prasojo mengakui telah menerima banyak surat pengaduan terkait masalah tersebut. Sampai saat ini pemerintah tengah melakukan pengumpulan bukti atas pengaduan masyarakat.
"Bagi PNS, penegakan disiplin diatur dengan PP No 53/2010 tentang Disiplin PNS. Dalam hal ini, sanksinya mulai dari hukuman disiplin ringan, sedang hingga berat, sesuai tingkat pelanggaran yang dilakukan oknum PNS dimaksud," terang guru besar Universitas Indonesia ini.
Ditambahkannya, penegakan disiplin itu tidak mengurangi tindakan hukuman pidana. Apabila terdapat tindakan pemalsuan atau penyalahgunaan jabatan atau tindak pidana lainnya. Baik dalam melakukan pendataan, verifikasi dan validasi, quality assurance, maupun audit tujuan tertentu. (Esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terobos Banjir, Hatta Minta Dicontoh
Redaktur : Tim Redaksi