jpnn.com - JAKARTA – Kecurigaan adanya dugaan suap dan mafia perkara di tubuh Mahkamah Konstitusi (MK) terus berhembus pascapenangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) non aktif, Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Rabu (2/10) malam.
Kecurigaan salah satunya dikemukakan Jamaluddin Karim. Ia merupakan Kuasa Hukum dua pasangan calon Bupati Padang Lawas (Palas), Sumatera Utara, Tondi Roni Tua-Idham Hasibuan dan Sarmadan Hasibuan-Paisal Hasibuan.
BACA JUGA: Temuan Bawaslu, 72 Ribu Orang Meninggal Masuk Daftar Pemilih
Menurut Jamaluddin, dugaan adanya mafia perkara di tubuh MK cukup kuat, karena pada putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atas kasus yang diajukan kliennya, MK dengan tegas menolak mengabulkan gugatan sebagaimana dibacakan dalam sidang putusan di Jakarta, Rabu (9/10).
“Padahal banyak asumsi dari MK yang tidak sesuai dengan landasan hukum. Makanya kita berpikir mungkin dapat menempuh jalur hukum lain. Cuma persoalannya ke mana kita adukan masalah ini?” ujarnya di Jakarta, Kamis (10/10).
BACA JUGA: NIK 36 Juta Pemilih Tidak Akurat
Sebagai contoh, Jamaluddin memaparkan terkait dua kebijakan berbeda yang diterapkan Hakim MK dalam kasus Pilkada Padang Lawas dan Kabupaten Lebak, Banten. Meski sama-sama diakui ada politik uang, namun MK akhirnya memutuskan mengabulkan permohonan gugatan PHPU Kabupaten Lebak. Sementara atas kasus Padang Lawas, MK menolak mengabulkan.
“Ini kan cukup aneh. Lebak bisa dikabulkan, sementara kita tidak. Padahal money politic sudah terbukti dan tidak terbantahkan oleh MK. Putusan itu kan harus sesuai fakta. Nah kalau (faktanya) sudah banyak, namun tidak diperhatikan, maka saya duga ini ada indikasi suap. Ada kemungkinan hakim-hakim lain juga main, sehingga saya masih meragukan MK,” ujarnya.
BACA JUGA: KPU Launching Maskot dan Jingle Pemilu 2014
Sayangnya Jamaluddin mengaku tidak dapat membuktikan secara langsung terkait kecurigaan yang ia kemukakan. Ia hanya menyatakan bahwa isu akan hal tersebut sangat kuat berhembus, bahkan saat dirinya memasukkan berkas gugatan.
“Ada desas-desus ini permainan si A, B atau C. Tapi kita cuma bisa menganalisa saja. Menganalisa buktinya itu dari putusan yang keluar. Kalau putusan itu sama sekali tidak masuk akal sesuai hukum, nah itu pasti ada indikasi kuat. Jadi kita hanya bisa membaca ketika ada keputusan,” ujarnya.
Jamaluddin juga yakin seiring berjalannya kasus Akil, maka lambat laun dugaan-dugaan kecurigaan yang ada pasti terbuka. Baik itu siapa yang menerima suap maupun siapa pengacara yang sering bertemu dengan Hakim MK.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Data DKI Dinilai Lebih Baik Dibanding Kemendagri
Redaktur : Tim Redaksi