Cuti Kampanye Jokowi Berlebihan, Gubernur Bukan Milik Partai

Selasa, 19 Februari 2013 – 07:00 WIB
CUTI Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk menjadi juru kampanye pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat, Rieke-Teten dinilai terlalu berlebihan. Seharusnya, Jokowi sapaan akrab Joko Widodo bisa menyimpan energinya untuk membenahi masalah di Jakarta. Bukan sibuk membantu kemenangan kader PDIP di daerah lain.

“Ada baiknya Jokowi konsen urus Jakarta, memang Jokowi popularitasnya lagi naik, tapi jangan sampai orang dompleng popularitas lah,” ucap Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Yoga saat dihubungi INDOPOS (JPNN Group) di Jakarta, Senin (18/2).

Menurutnya, jika niat Jokowi ingin balas budi ke PDIP, bisa dengan cara bekerja serius untuk kesejahteraan rakyat Jakarta. Tidak membuang-buang waktu untuk kepentingan politik. “Jokowi saat ini gak perlu repot-repot bela partai, karena saat ini dia gubernur semua rakyat Jakarta, bukan gubernur partai. Balas budi lah dengan bekerja yang baik untuk rakyat,” tegas Yoga.

Untuk itu, Yoga mendesak pemerintah pusat menerbitkan aturan larangan cuti kepala daerah untuk kepentingan politik tertentu. “Kalau sudah terpilih, itu bukan milik partai lagi, tapi milik warga. Maka dahulukan persoalan warga sendiri, bukan daerah lain,” cetus dia.

Yoga juga beranggapan, aturan baku dari pemerintah pusat yang melarang kepala daerah berbaur dalam kegiatan kampanye daerah lain perlu segera diberlakukan. Sebab, dengan aturan itu, kepala daerah dapat bebas dari kepentingan partai dan fokus pada daerahnya. “Dan yang lebih penting bebas dari interes kepentingan partai tertentu,” ujarnya.

Dia juga melihat model kampanye bergaya ‘blusukan’ Jokowi pada saat memenangi pemilihan Gubernur DKI Jakarta belum tentu cocok diterapkan di Jawa Barat. Dengan demikian, izin cuti Jokowi belum pasti juga berdampak positif di Pilkada Jawa Barat. “Di Jakarta bisa menang, hasil sama belum tentu terjadi di Jawa Barat. Ini kan sudah beda provinsi dan wilayah,” kata Yoga.

Yoga berharap, desakan itu dapat memberikan pendidikan kepada masyarakat dan partai politik. Jika seorang kader partai terpilih sebagai kepala daerah, atribut partai mesti dilepas. “Harus ada keberanian untuk mengubah. Bila terpilih, sudah bukan milik partai lagi sehingga tidak diatur partai,” imbuh dia.

Sementara terkait, permohonan cuti SBY untuk mengurus Demokrat Yoga menilai tidak berlebihan. Hal itu justru dinilai efektif dibandingkan dia harus pusing memikirkan urusan negara dan partainya. “Tidak berlebihan, coba perhatikan kemarin mukanya sangat suram banyak masalah,” tuturnya.

Yoga tidak memungkiri bila jabatan SBY sebagai Ketua Dewan Pembina sekaligus kepala negara dinilai cacat. Akibatnya, SBY tidak hanya pusing memikirkan persoalan bangsa tetapi juga urusan partainya. “Tak perlu waktu lama bagi SBY mengambil cuti, cukup sampai urusan Demokrat selesai,” terang dia.

Selain itu, hal itu menurutnya agar SBY bisa berkonsentrasi penuh menghadapi persoalan yang tengah dialami oleh partainya. SBY sebaiknya cuti sebagai presiden dulu agar konsentrasi urus Demokrat. “Kasihan dia, terlalu capek ngurus Demokrat. Bayangkan, baru pulang kunjungan kerja dari luar negeri, pulang umroh habis berdoa dimakam Rasul, berdoanya pun untuk Demokrat bukan untuk rakyat miskin Indonesia,” kata Yoga. (fdi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menkes: Dera Meninggal karena Bayi Prematur

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler