Demikian dikemukakan Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, di Jakarta, Jumat (19/10). “Kami mendesak agar proyek Asahan dan Inalum dimiliki oleh suatu konsorsium yang terdiri dari pemerintah pusat, BUMN (Badan Usaha Milik Negara), dan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dalam hal ini 10 pemkab (pemerintah kabupaten di sekitar danau Toba, red) di Sumatera Utara,” katanya.
Paling tidak menurut Marwan, kepemilikan saham daerah harus mencapai minimal 10 persen dari total saham. “Karena sekarang ini, sebagian saham BUMN itu kan sudah dimiliki publik dan asing. Contohnya seperti PT.Aneka Tambang dan PT Bukit Asam,” katanya.
Oleh sebab itu Marwan sangat menyayangkan, jika sampai saat ini pembentukan konsorsium pemerintah daerah, masih terus terkendala. Padahal batas waktu berakhirnya kontrak Jepang sudah di depan mata. “Jika ini disepakati, maka kita harus segera menyiapkan konsorsium baru dalam rangka transisi pengelolaan,” katanya.
Terpisah, anggota DPR dari daerah pemilihan Sumut, Irmadi Lubis, juga menyayangkan sikap Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. “Ini kan masa berakhirnya sudah sangat dekat. Tapi belum terlihat (pemprov,red) melakukan langkah-langkah terobosan. Harusnya undang seluruh anggota DPR asal Sumut yang ada. Agar kalau memang ada kendala, itu bisa segera diatasi bersama. Jadi ayo kita ambil Inalum,” katanya mengajak.
Jadi anggota DPR belum pernah diundang Pemprov Sumut? Mendengar pertanyaan ini, Irmadi dengan tegas menyatakan, “sampai sekarang belum ada.”
Padahal katanya, tanpa ada upaya yang nyata, nasib Sumut tetap akan terpuruk.” Padahal katanya sebagaimana konstitusi negara menyebut sesuai Pasal 33 UUD 45 menyebutkan, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Saat ditanya berapa persen sebaiknya saham daerah pada Inalum ke depan, Irmadi menyebut angka yang jauh lebih tinggi dari yang dikemukakan Marwan. Ia bahkan menilai, daerah di Sumut malah harus dapat memperoleh hingga 49 persen. Alasannya, dengan langkah inilah masyarakat benar-benar dapat menikmati langsung sumberdaya alam yang ada. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Anjlok, Lembaga Penyangga Tak Kunjung Terbentuk
Redaktur : Tim Redaksi