jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, terdapat dugaan pemufakatan curang yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM) dalam proses Pemilu 2019. Bahkan, diduga terjadi dari hulu hingga hilir.
"Kami melihat ini ada permufakatan curang yang TSM mulai dari hulu sampai hilir. Kami gunakan pendekatan piramida yang paling dasar dan kuat, namanya Pasal 22 huruf (e) dari konstitusi dasar (UUD45) mengatakan, pemilu harus jurdil (jujur dan adil)," ujar Dahnil di Media Center Prabowo-Sandi, Jakarta, Senin (24/6)
BACA JUGA: Prabowo Bertemu KaBIN di Bali Bahas Rekonsiliasi? Tunggu Putusan MK Saja
Dahnil kemudian memaparkan dasar gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 yang mereka ajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu pembuktian adanya dugaan pemilu tidak dilaksanakan secara jurdil.
"Makanya, MK tidak boleh punya paradigma sebagai mahkamah kalkulator. Paradigmanya harus konstitusional, substantif. Piramida dasarnya kami menggugat kejujuran dan keadilan yang absen," ucapnya.
BACA JUGA: Gerindra Tak Ingin Ada Demo di MK, Lebih Baik Berdoa di Rumah
BACA JUGA: DPT Dipersoalkan Kubu Prabowo, Mendagri: Tidak Ada Data Siluman
Dahnil meyakini, dugaan kecurangan yang TSM yang mereka dalilkan dalam gugatan, telah dibuktikan oleh tim hukum capres nomor urut 02 di persidangan. Salah satunya, Training Of Trainer (TOT) yang dilakukan kubu pasangan calon presiden nomor urut 01.
BACA JUGA: Maju Sehari, MK Bacakan Putusan Sengketa Hasil Pilpres pada 27 Juni
"Dalam training saksi 01 itu ada statement pengajaran yang menunjukkan ada pemufakatan curang," ucapnya.
Dahnil mengklaim, di persidangan beberapa waktu lalu juga terungkap bahwa dalam ToT yang diselenggarakan kubu pasangan calon presiden Jokowi Widodo-Ma'ruf Amin, ada penggunaan diksi dan narasi bahwa 'kecurangan bagian dari demokrasi' dan 'untuk apa aparat netral'.
"Kemudian apa yang disampaikan bahwa 02 harus dilabeli radikal, pro khilafah dan macam-macam. Ada statement harus kuasai semua level sampai KPPS. Ini pemufakatan awal," katanya.
Selain itu, tim hukum Prabowo-Sandi, kata Dahnil, telah membuktikan secara saintifik dan empirik adanya dugaan daftar pemilih tetap (DPT) siluman. Bahkan, ketika pihaknya meminta KPU membuka formulir C7 atau daftar hadir pemilih pada persidangan di MK beberapa waktu lalu, tak mampu ditunjukkan oleh KPU.
"'Ketika minta itu, KPU tidak mampu tunjukkan data C7. Jadi, DPT siluman itu fakta. Ini hulunya ada pemufakatan curang. Dalam prosesnya ada keterlibatan aparat, mobilisasi BUMN, keterlibatan kepala daerah, institusi negara. Hilirnya ada situng (situng informasi penghitungan suara) Pemilu 2019 bermasalah. C1 editing dan sebagainya. Saya usaha gambarkan konstruksi mulai dari hulu," pungkas Dahnil. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bambang Widjojanto: Biarkan Allah yang Melengkapi Seluruh Bukti
Redaktur & Reporter : Ken Girsang