jpnn.com - SURABAYA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Prof. Edward Omar Syarif Hiariej mendatangi Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (7/4). Dia dihadirkan sebagai saksi ahli dalam lanjutan sidang praperadilan atas penetapan Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla Mattalitti sebagai tersangka pada perkara penggunaan dana hibah Kadin Jatim 2012.
Nah, di depan majelis hakim, dia menilai Kejaksaan Tinggi Jatim telah melakukan pembangkangan terhadap institusi Pengadilan.
BACA JUGA: Sensasi Menaklukkan Gelombang Tinggi Menggunung Cuma Ada di Sini
Menurut Edward, praperadilan sebelumnya dalam perkara dana hibah Kadin untuk pembelian IPO yang diajukan oleh Diar Kusuma Putra telah dikabulkan. Sehingga sprindik umum pada saat itu terkait material tersebut telah bersifat erga omnes, atau berlaku untuk semua orang.
Artinya, lanjut dia, material sudah dipertanggungjawabkan, sehingga material tersebut tidak bisa dibuka lagi.
BACA JUGA: Menpar Launching Festival Pesona Mentawai jadi Agenda Tahunan
“Kalau dibuka lagi, maka kejaksaan telah melakukan pembangkangan terhadap keputusan pengadilan,” tukas Edward menanggapi pertanyaan kuasa hukum pemohon atas apa yang terjadi apabila kejaksaan membuka kembali perkara dana hibah Kadin Jatim setelah adanya putusan praperadilan yang diajukan Diar.
Edi, panggilan akrab Edward, juga mematahkan argumen jaksa yang mengatakan bahwa sudah pernah memeriksa La Nyalla sebagai saksi sebelum menetapkan sebagai tersangka.
BACA JUGA: Waduh... Pantai Kuta Mendadak Sepi
Menurutnya, pemeriksaan La Nyalla sebagai saksi dilakukan di sprindik yang lama dengan tersangka Diar dan Nelson Sembiring. Bukan dalam sprindik baru yang menetapkan dirinya menjadi tersangka.
“Harus diperiksa dalam sprindik baru, karena sprindik yang lama tidak ada pasal 55. Dalam putusan Diar itu disebut bersama-sama hanya dengan Nelson. Dalam dakwaan jaksa pun dinyatakan bahwa Diar bersama-sama dengan Nelson (tertulis di halaman 51 putusan). Sedangkan La Nyalla, tidak pernah dipanggil sebagai saksi dalam sprindik baru, yang menetapkan dirinya sebagai tersangka itu,” urai Edward di ruang sidang Cakra PN Surabaya.
Ahli hukum dari UGM ini juga menyindir jaksa untuk mempelajari lagi materi kuliah pengantar ilmu hukum semester satu.
Sindiran itu disampaikan Edward ketika kuasa termohon menyoal sikap La Nyalla yang tidak memenuhi panggilan penyidik, padahal di KUHAP pasal 50 dan 51 jelas disebut tentang hak tersangka untuk mendapatkan proses hukum yang cepat, baik di tingkat penyidikan maupun persidangan.
“Tolong dipahami bahwa KUHAP pasal 50 dan 51 itu tentang hak, bukan kewajiban. Hak itu bersifat fakultatif, sehingga hak itu boleh digunakan, boleh tidak. Itu kan ada di pengantar ilmu hukum semester satu. Apalagi dalam kasus La Nyalla, dirinya sedang menguji keabsahan penetapan dirinya sebagai tersangka melalui praperadilan. Sehingga dia menyampaikan surat kepada penyidik untuk tidak hadir sembari menunggu hasil praperadilan,” tandasnya seraya mengatakan secara logika hukum hal itu benar.
“Saya pun kalau dalam posisi La Nyalla, juga tidak akan datang untuk diperiksa sebagai tersangka. Karena saya sedang menguji keabsahan penetapan saya sebagai tersangka di praperadilan. Kalau saya datang menjadi aneh dan logika hukum saya korslet dong,” tukasnya.
Mengenai dalil adanya kerugian negara baru yang dinyatakan dalam jawaban termohon senilai Rp. 1,1 miliar atas keuntungan penjualan saham juga dimentahkan oleh ahli hukum acara pidana UGM ini.
Kata dia, sesuai perundangan yang berhak menghitung kerugian negara adalah BPK dan instansi yang kompeten dalam melakukan penghitungan kerugian Negara.
Kerugian baru tersebut belum dihitung oleh BPK. Apalagi dalam perkara Diar dan Nelson, kerugian negara atas dana hibah Kadin Jatim di tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014, sudah dihitung oleh BPKP sebesar Rp. 26 miliar, yang di dalamnya sudah termasuk dana yang digunakan untuk pembelian IPO Bank Jatim di tahun 2012.
Sementara di tempat yang sama, ahli hukum acara Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Dr. Arif Setiawan SH, MH, menyatakan bahwa sprindik tersangka yang tidak mencantumkan pasal yang disangkakan adalah tidak sah.
Karena dasar penerbitan sprindik itu sudah melalui suatu proses bahwa telah terjadi perkara tindak pidana. Maka harus jelas pasal yang disangkakan.
“Jika tidak ada, boleh dianggap tidak sah,” tandas Arif mengomentari fakta sprindik terhadap tersangka La Nyalla yang tidak mencantumkan pasal yang disangkakan. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lihat nih, Pelabuhan Benoa Bali Kedatangan 2 Kapal Perang Asing
Redaktur : Tim Redaksi