Keterangan itu berasal dari Sutomo alias Muhammad Yasin yang ditangkap di Kayamaya, Poso Kota, Sabtu (3/11). Yasin sangat mengenal Santoso. Bahkan, Santoso pernah menginap di rumahnya. "Memang ini baru pengakuan. Harus dibuktikan dengan verifikasi di lapangan," katanya.
Tim Densus dan Regu Brimob dari Kelapa Dua Jakarta juga masih beroperasi di Poso. Mereka belum akan ditarik. "Operasi masih berjalan," ujarnya.
Di Mabes Polri, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen Boy Rafli Amar menjelaskan, pengejaran terhadap para tersangka yang menjadi DPO belum selesai. "Kami akan menentukan tahapan penarikan jika dirasa sudah memungkinkan," katanya.
Dua tersangka terakhir yang diamankan Densus 88 memang terkait langsung dengan Santoso. "Yasin ini mengetahui soal pelatihan kelompok ini di hutan-hutan Poso. Termasuk pelatihan membuat bom," kata Boy. Sedangkan Khalid yang tertembak juga mengenal Santoso. "Ini keterangan dari tersangka yang masih hidup," kata mantan kanit negosiasi Densus 88 Polri ini.
Kelompok Santoso terhubung dengan kelompok Badri-Thorik yang digulung di Depok dan Solo bulan lalu. "Mereka berbeda kelompok, namun berlatih bersama," kata Boy. Santoso dinobatkan sebagai qoid atau jenderal lapangan di kelompok ini. Dia juga disebut sebagai pimpinan mujahidin Indonesia Timur.
Terpisah, Koordinator Kontras Haris Azhar menilai operasi Densus di Poso tak didukung pemerintah daerah. "Ada salah kelola. Pemerintah membiarkan kelompok-kelompok ini berkembang. Akibatnya bukan deradikalisasi melainkan re-radikalisasi," katanya.
Dia mencontohkan saat penggerebegan Sabtu (3/11) lalu. Warga justru ramai-ramai menghambat polisi. "Mereka menganggap polisi sebagai lawan. Ini bukti simpati warga justru pada kelompok-kelompok ini," katanya. (rdl/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tersangka Simulator Dicecar Soal Penipuan Cek Kosong
Redaktur : Tim Redaksi