Dallas Makin Panas, Polisi Antisipasi Ancaman Misterius

Senin, 11 Juli 2016 – 06:12 WIB
Situasi di Dallas makin memanas. Ilustrasi Foto: AFP

jpnn.com - DALLAS – Kepolisian Dallas terus siaga, menyusul munculnya ancaman keamanan yang baru. Sabtu waktu setempat (9/7), aparat menjaga ketat kantor polisi yang terletak di Kota Dallas, Dallas County, Negara Bagian Texas, Amerika Serikat (AS), tersebut. 

Bahkan, tim SWAT juga berjaga. Di kota-kota lain, unjuk rasa antirasisme berlanjut. 

BACA JUGA: Asyik...Pasukan TNI Tetap Nikmati Makanan ala Indonesia di Lebanon

’’Polisi mengantisipasi ancaman misterius yang ditujukan kepada penegak hukum,’’ terang Kepolisian Dallas dalam pernyataan tertulis. Begitu menerima laporan tersebut, aparat langsung memperketat pengamanan di sekitar kantor polisi. 

Beberapa tim lantas menyisir area di sekitar kantor polisi. Termasuk, memeriksa garasi di pusat kota karena kabarnya ada seorang pria yang mencurigakan di sana. 

BACA JUGA: Eks Wakil PM Sebut Keterlibatan Inggris di Irak Ilegal

Pasca penembakan di Dallas yang menewaskan lima polisi Jumat dini hari lalu, polisi di seluruh penjuru AS siaga. Sedikitnya, ada dua insiden yang menarget aparat di Negara Bagian Tennessee dan Negara Bagian Wisconsin. Skala dua insiden itu memang tidak sebesar Dallas. Tapi, polisi tidak mau aksi nekat Micah Johnson terulang di kota lain. 

Black Lives Matter, gerakan anti kekerasan terhadap kulit hitam, masih menggelorakan unjuk rasa di sejumlah kota besar Negeri Paman Sam hingga Sabtu lalu. 

BACA JUGA: Warga Lebih Pilih Melancong ke LN, Industri Pariwisata Korsel Defisit

Selama tiga hari berturut-turut, unjuk rasa antirasisme berlangsung di Kota New York, Negara Bagian New York. 

Massa menuntut keadilan bagi Alton Sterling dan Philando Castile yang menjadi korban kesewenang-wenangan polisi kulit putih. 

Di kawasan St Paul, tepatnya di perempatan Falcon Heights, Kota Minneapolis, Hennepin County, Negara Bagian Minnesota, ratusan warga menggelar aksi protes. Selama tiga jam, mereka memblokade jalan raya yang menjadi saksi bisu penembakan Castile Rabu lalu (6/7). 

Dalam unjuk rasa itu, massa menumpahkan amarah mereka dengan melemparkan batu dan botol kosong ke arah aparat yang berjaga. 

Awalnya, para polisi yang memakai helm, masker gas, dan pentungan tersebut memilih bertahan dan tidak melakukan perlawanan. Tapi, ketika massa tambah nekat, aparat pun bertindak. Mereka melemparkan bom asap untuk membubarkan massa. Selain itu, mereka menggunakan semprotan merica serta gas air mata untuk menyudahi unjuk rasa di perempatan ramai tersebut. 

Di Kota San Francisco, San Francisco County, Negara Bagian California, polisi mengerahkan sejumlah besar personel untuk mengamankan persimpangan jalan terbesar di kota itu. Kebijakan senada diterapkan Kepolisian Los Angeles di California dan Kepolisian Phoenix di Negara Bagian Arizona. 

Pada hari yang sama, unjuk rasa damai berlangsung di Kota Atlanta, Houston, Chicago, New Orleans, Boston, dan Detroit. 

Selain mengamankan unjuk rasa, Kepolisian New York menangkap sekitar 74 orang. Mereka adalah demonstran yang melakukan aksi sit-in di kawasan Rochester. Penangkapan itu dilakukan untuk mencegah terjadinya bentrokan antara pengunjuk rasa dan aparat. Kepolisian Minneapolis juga menangkap sejumlah demonstran yang diduga sengaja melukai tiga polisi yang mengamankan unjuk rasa. 

Di Kota Baton Rouge, East Baton Rouge Parish, Negara Bagian Louisiana, unjuk rasa antirasisme berujung ricuh. Polisi yang bertugas mengamankan aksi protes terlibat baku hantam dengan demonstran yang sebagian besar aktivis Black Panther. Black Panther adalah organisasi radikal yang dilarang di beberapa negara bagian. Polisi antihuru-hara yang terjun ke lokasi unjuk rasa lantas mengamankan 30 orang dan menyita senjata api. 

Sementara itu, Kepolisian Minneapolis mengungkap hasil penyelidikan internal mereka terhadap polisi yang menembak Castile. Tembakan yang berakibat fatal tersebut, menurut polisi, merupakan reaksi langsung atas keberadaan senjata milik pria 32 tahun itu. 

Jaksa Thomas Kelly menegaskan, polisi yang bernama Jeronimo Yanez tersebut beraksi spontan tanpa mengindahkan warna kulit Castile. 

’’(Penembakan) itu murni reaksi terhadap senjata, bukan warna kulit,’’ tegasnya. Dalam rekaman video di kamera ponsel Diamond Reynolds, kekasih Castile, suara tembakan memang baru muncul setelah lelaki yang bekerja di kantin sekolah St Paul itu menyatakan bahwa dirinya punya senjata. Namun, Castile memiliki surat izin resmi untuk senjatanya tersebut. (AFP/Reuters/hep/c23/any)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Duh, Tiga WNI Lagi Jadi Korban Penculikan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler