jpnn.com, JAKARTA - Vendor nasional, Mito mengeluhkan beberapa ponsel yang beredar di pasaran terblokir dan tidak dapat layanan selular.
Kemudian per 15 September 2020 semua Tanda Pendaftaran Produk (TPP) tidak bisa masuk ke Centralized Equipment Identity Register (CEIR).
BACA JUGA: Beli Ponsel di Toko Resmi, Cek IMEI Tetap Harus Dilakukan, Begini Caranya
Sebagaimana diketahui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengakui sistem CEIR sebagai pusat pengolahan informasi International Mobile Equipment Identity (IMEI) hampir penuh.
Jika persoalan ini terus berlanjut dan tak kunjung ada solusi cepat, CEO Mito Mobile Hansen khawatir akan terjadi resesi tsunami di industri ponsel.
BACA JUGA: Disorot Kerap Selfie Saat Rapat Anggota Dewan, Tina Toon Merespons Begini
“Ini sangat berdampak terhadap kelangsungan industri kami. Kami bisa terkena resesi lebih cepat jika system ini tidak cepat diperbaiki. Padahal ponsel kami resmi. Semestinya tidak terblokir,” ujar Hansen.
Karena itu Hansen berharap pihak terkait yang berkenaan dengan pengelolaan CEIR bisa segera memberikan solusi.
BACA JUGA: Pemerintah Resmi Berlakukan Blokir IMEI Ilegal
Baginya, persolan terblokirnya ponsel resmi dan tak bisanya TPP input IMEI ke CEIR menjadi pertaruhan hidup dan matinya industri ponsel, tak terkecuali dengan Mito.
“Saya kira kejadian tersebut tidak hanya dialami oleh MITO, saya dengar kawan-kawan brand nasional lainnya mengalami problem yang sama. Jangan biarkan kami masuk ke jurang resesi lebih cepat. Jadi kami sangat berharap sekali pihak terkait untuk secepatnya mengatasi persoalan ini,” jelas Hansen.
Hansen menilai regulasi yang dibuat dengan spirit untuk menumbuhkan industri ponsel, harus dibarengi dengan kesiapan infarstruktur yang memadai. Jangan sampai malah menimbulkan masalah baru buat industri.
Adapun upaya yang dilakukan saat ini adalah operator CEIR diminta untuk melakukan cleansing sistem sehingga hanya IMEI aktif yang terdaftar dalam sistem.
Sementara itu Direktur Industri Elektronika dan Telematika (IET) Kemenperin Dini Hanggandari memaparkan berdasarkan Permenperin No 108 Tahun 2012, pelaku usaha wajib memasukin data realisasi Tanda Pendaftaran Produk (TPP) impor maupun TPP produksi untuk diupload ke dalam sistem CEIR.
"Namun, saat ini kami belum mendapatkan realisasi TPP tersebut sehingga TPP yang ada selama ini sudah kami masukkan ke dalam sistem CEIR. Akibatnya, CEIR menjadi penuh dan dikhawatirkan akan down karena terlalu banyak (data)," jelasnya.
Dini menjelaskan sistem CEIR tidak bisa menerima TPP IMEI berdasarkan TPP yang terbaru di Kemenperin.
Adapun untuk TPP mulai 23 atau 24 September 2020, belum bisa dimasukkan ke dalam CEIR karena sampai dengan saat ini sistem ditutup oleh Asosiasi Peyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) sehingga Kemenperin tidak bisa mengupload IMEI tersebut.
"Kami dengan Kominfo mencari memecahkan masalah yang ada," kata Dini.
Dini menyatakan salah satu upaya yang sedang dilakukan Kemenperin adalah operator CEIR membersihkan IMEI yang tidak aktif atau sistem CEIR dicleansing. Jadi hanya IMEI aktif saja yang ada di CEIR.
Sementara itu Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mendesak pemerintah lebih serius menjalankan aturan yang sudah dibuat. Jangan sampai ada kesan lemah dalam hal implemtasi sehingga merugikan konsumen dan industri.
“Mesin CEIR tanggung jawab pemerintah dalam hal ini Kemkominfo dan Kemenperin, kalau penuh harus ditambah kapasitasnya dong. Jangan menghambat ekomomi dan hak konsumen. Katanya ingin agar pertembuhan ekonomi meroket. Jadi pihak regulator harus tanggung jawab regulator untuk meng-upgrade kapasitasnya,” tandas Tulus.(ant/chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy