jpnn.com, JAKARTA - Kinerja PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) selama 2020 merosot.
Selain dipengaruhi oleh menurunnya konsumi gas akibat pandemi Covid-19, kinerja PGN juga terpengaruh oleh kebijakan pemerintah menetapkan harga gas bumi USD6 per mmbtu kepada industri tertentu sejak April 2020.
BACA JUGA: Tingkatkan Kemudahan Pembayaran Tagihan GasKita, PGN Gandeng Pegadaian
PGN harus menanggung kerugian hingga USD100 juta atau lebih dari Rp1,4 triliun akibat harga gas USD6 selama 2020.
"Masuk akal jika kerugian PGN akibat harga gas USD6 bisa mencapai USD100 juta. Karena mayoritas pengguna gas PGN adalah penerima manfaat harga gas USD6 itu. Sementara pemerintah tidak memberikan insentif ataupun subsidi sesuai yang diamanatkan dalam regulasi. Situasi sangat merugikan PGN, termasuk investornya di pasar modal," ujar Analis Finvesol Consulting Fendi Susiyanto, Selasa (13/4).
BACA JUGA: Marketplace UMKM Lokalpunya Resmi Dirilis
Dari kaca mata investor, salah satu hal penting yang menjadi dasar untuk mengambil keputusan investasi saham adalah melihat model bisnis dengan potensi margin yang menguntungkan.
Hal itu menjadi faktor pendorong nilai perusahaan akan meningkat jangka panjang.
BACA JUGA: Lutfi Agizal Pamit dari Medsos Selama Ramadan, Warganet Girang
Sayangnya menurut Fendi, sebagai BUMN, PGN mendapatkan perlakuan berbeda dibandingkan BUMN lainnya.
Dengan komponen harga jual dipatok USD6, sementara komponen biaya realitasnya lebih tinggi. Tanpa memperoleh subsidi maka kerugian sulit untuk dihindari.
Menurut Fendi, jika alasannya sebagian saham PGN dimiliki asing hal itu tidak masuk akal.
Mengingat banyak BUMN yang mendapat PMN triliunan rupiah, sahamnya di pasar modal juga dikuasai oleh investor asing.
"Dengan membuat kebijakan harga gas USD6 dan tidak memberikan dukungan pendanaan, pemerintah sebenarnya tidak menginginkan gas bumi ini membesar. Karena sulit bagi PGN untuk terus membangun infrastruktur jika margin bisnisnya sudah dibatasi," tegas Fendi.
Secara umum, Fendi menghitung, harga saham berkode PGAS ini secara fundamental dari price to value bagus sekali. Namun dari price to earning ratio justru negatif.
Ini menunjukkan secara fundamental kuat, tapi ada dua faktor utama yang menjadi value destroyer bagi saham PGAS saat ini.
Pertama, margin bisnis yang terbatas karena harga jual dipatok USD6 per MMBTU. Kedua adalah sengketa kasus putusan PPN gas bumi dengan DJP.
"Investor pasar modal menunggu kejelasan dari skema kompensasi bagi PGAS dari pemerintah. Hal ini sangat dibutuhkan untuk menjadi game changer atas kinerja keuangan perseroan kedepan," tukas Fendi.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Puluhan BUMN dan BUMD Raih Penghargaan TOP Digital Public Relations Award 2021
Redaktur & Reporter : Yessy