jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah pusat menetapkan alokasi dana bagi hasil (DBH) pajak bumi dan bangunan (PBB) periode 2014 untuk seluruh provinsi dan kabupaten/kota senilai Rp 14,4 triliun.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, penetapan alokasi DBH PBB tersebut dilakukan setelah Kementerian Keuangan mengkalkulasi rencana penerimaan PBB 2014.
Dana tersebut terdiri atas tiga komponen. Yakni bagian pemerintah pusat yang dibagikan kepada seluruh kabupaten/kota senilai Rp 1,03 triliun. Lalu bagian provinsi dan kabupaten/kota Rp 12,92 triliun, serta biaya pemungutan bagian provinsi dan kabupaten/kota Rp 443,26 miliar.
Sebagaimana diwartakan, sejak 2011 pemerintah melakukan reformasi pengelolaan PBB. Khusus untuk PBB perkotaan dan perdesaan, pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah daerah.
BACA JUGA: Pengangkutan Via Petikemas Naik
Adapun PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan tetap dipungut Direktorat Jenderal Pajak, lantas diberikan ke pemda melalui dana transfer daerah.
Berapa porsi dana yang diterima daerah? Untuk bagian pemerintah pusat yang dibagikan ke pemda maupun biaya pemungutan, besaran yang diterima pemda tidak besar. Namun, untuk bagian khusus pemda nilainya bervariasi.
Daerah yang memiliki potensi besar di sektor perhutanan, perkebunan, dan pertambangan mendapat bagian besar. "Pertambangan ini terdiri migas, panas bumi, dan nonmigas," kata Chatib.
Jika dicermati, sebenarnya total alokasi DBH PBB yang dikucurkan pemerintah pada 2014 lebih kecil dibandingkan perkiraan awal alokasi DBH PBB yang sempat dirilis Kementerian Keuangan pada akhir 2013 lalu yang mencapai Rp 23,36 triliun.
Direktur Humas Ditjen Pajak Kismantoro Petrus mengatakan, potensi penerimaan PBB memang turun karena adanya revisi aturan terhadap PBB sektor pertambangan migas setelah adanya sengketa dengan perusahaan migas. "Aturan PBB migas sekarang lebih longgar," ujarnya.
Apa aturan yang direvisi? Menurut Kismantoro, dalam peraturan sebelumnya objek PBB migas didasarkan pada konsep wilayah kerja. Dengan aturan tersebut, seluruh wilayah kerja KKKS baik yang sudah digunakan atau yang tidak, terkena kewajiban PBB migas.
BACA JUGA: Tol Sumatera Molor, Negara Rugi Rp 3 T
Nah, dalam aturan baru objek PBB Migas menggunakan konsep kawasan. "Karena itu, tidak semua wilayah kerja KKKS menjadi objek PBB. Tetapi hanya kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha saja," jelas Kismantoro. (owi/oki)
BACA JUGA: Terapkan GAPEKA 2014, Kemenhub Hemat Hingga Rp 57,7 miliar
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mudik, Kemenhub Sediakan Kereta Khusus Angkut 6.300 Motor
Redaktur : Tim Redaksi