Dana Kampanye Harus Halal

Minggu, 02 Juni 2013 – 16:05 WIB
JAKARTA - Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti menilai, salah satu elemen penting untuk memastikan bahwa pelaksanaan pemilu berjalan jujur, adil dan bersih adalah memastikan bahwa dana partai politik dan dana kampanye partai politik berasal dari dana halal.

Dana halal dalam hal ini adalah dana yang berasal dari sumber-sumber yang sah dan tidak bertentangan dengan undang-undang. Untuk memastikan bahwa dana kampanye partai politik berasal dari sumber-sumber yang halal, maka pengaturan dana kampanye partai politik harus dibuat secara tegas, ketat, dan memastikan bahwa seluruh prosesnya dapat dilakukan secara transparan serta bersifat partisipatif.

"Dalam hal ini, KPU (Komisi Pemilihan Umum) dapat membuat norma-norma teknis yang menjamin bahwa prinsip-prinsip pengelolaan dana kampanye ini dapat dilakukan dengan lebih baik, lebih memastikan bahwa tak ada dana haram masuk ke dana kampanye partai politik," kata Ray di Jakarta, Minggu (2/6).

Dalam hal dana kampanye sambung Ray, yang terpenting bukan soal berapa dana yang dikeluarkan oleh partai politik, model kampanye yang mereka lakukan dan atau yang berkenaan dengan tekhnis pelaksanaan kampanye dan hubungannya dengan dana kampanye.

Namun yang terutama dan harus menjadi perhatian bersama adalah dari mana partai politik mendapatkan dana kampanye. "Inilah hal yang urgent. Selain bahwa UU telah menetapkan sumber-sumber yang diperkenan partai politik menerima dana kampanye, juga karena masalah terpenting dari dana ini adalah siapa dan bagaimana dana itu ada," ucap Ray.

Orientasi pengaturan dan pengawasan pada pembelajaan dana kampanye menurut Ray, harus diubah menjadi orientasi dari mana dan bagaimana dana kampanye sampai ke buku rekening dana kampanye partai politik. Sebab akibat orientasi melihat ke mana belanja dana kampanye dan melupakan dari mana sumber dana kampanye membuat praktek-praktek menyimpang oknum-oknum partai politik merajalela.

Berbagai kasus korupsi atau suap oleh oknum-oknum partai saat ini dirasakan erat kaitannya dengan soal pencarian dana kampanye partai politik. "Partai politik seolah berlomba mencari dengan berbagai cara untuk menumpuk dana kampanye karena memang pengawasan atas sumber dana ini terasa longgar," terang Ray.

Ia menerangkan, pengawasan dari mana sumber dana kampanye partai politik ini tidak cukup semata menjadi kerja institusi di luar penyelenggara pemilu. Kerja-kerja insidental seperti yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) misalnya tidak dapat diandalkan selamanya. Sebab kerja-kerja insidental tersebut hanya memberi efek jangka pendek dan terisolir.

Karena itu, keterlibatan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjadi sangat urgen. Dimulai dengan membuat aturan yang memastikan bahwa semua dana yang masuk ke rekening dana kampanye partai politik bersumber dari dana halal, juga memastikan bahwa tak ada ampun bagi partai politik yang terbukti dana kampanyenya berasal dari sumber haram.

Menurut Ray, KPU dan Bawaslu jangan seolah sangat sibuk urusan teknis pelaksanaan tahapan pemilu sampai melupakan hal yang sangat urgen itu. "KPU dan Bawaslu adalah lembaga yang paling bertanggungjawab untuk memastkan bahwa dana kampanye partai politik bersumber dari dana halal," ucap dia.

Kemudian untuk memastikan bahwa dana kampanye partai politik tertib dan bersumber dari dana halal, LIMA Indonesia mengusulkan seluruh pengeluaran dana kampanye harus dicatat sebagai dana kampanye partai politik. Artinya, pembiayaan dana kampanye yang dikeluarkan individu-individu caleg harus dipastikan sebagai dana yang tercatat dalam rekening dana kampanye partai politik.

Menurut Ray, praktek yang kerap terjadi selama ini, di mana dana kampanye calon anggota legislatif (caleg) dianggap sebagai dana terpisah dari dana kampanye partai politik harus dihentikan. Selain karena dana kampanye partai politik itu sedikit dan lebih banyak dikeluarkan oleh para caleg, juga agar ada kontrol atas dana individu-individu caleg.

"Kita tidak lagi dapat membiarkan caleg-caleg yang mengumbar besaran dana yang dikeluarkannya, seperti misalnya menyatakan mengeluarkan sampai Rp6 miliar, tanpa tercatat sebagai bagian dari pembelanjaan kampanye partai politik," terang Ray.

Tanpa mengatur itu sambung Ray, tidak dapat memastikan berapa dan dari mana sebenarnya dana yang didpatkan atau dikeluarkan partai politik untuk kampanye. Upaya audit kata dia, juga akan tidak optimal.

Pandangan itu menurut Ray, sesuai Pasal 129 ayat (1) UU No 8 tahun 2012 yang menyatakan seluruh kegiatan kampanye pemilu anggota DPR, DPRD Kabupaten/Kota didanai dan menjadi tanggung jawab partai politik masing-masing. Berdasarkan itu, terlihat bahwa sistem pemilu Indonesia tidak mengenal pembiayaan kampanye yang bersifat individual.

Ray menerangkan, dana kampanye yang bersifat individual hanya dikenal dalam kampanye calon anggota DPD. Sementara dana kampanye seluruh caleg harus dikelola oleh partai politik.

Karena itu, seluruh pengeluaran caleg untuk kepentingan kampanye harus dilaporkan ke buku rekening dana kampanye partai politik. "Selain untuk dicatatkan juga untuk memastikan bahwa tidak ada sumbangan individu yang melebihi Rp1 miliar," ucap dia.

Kemudian menurut Ray, caleg yang mendanai sendiri kegiatan kampanyenya tanpa melaporkan pengeluaran tersebut ke buku rekening kampanye partai politik dapat dinyatakan sebagai kampanye ilegal. Partai politik kata dia, juga dapat dimintai keterangan soal penggunaan dana kampanye caleg yang tidak dilaporkan. (gil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PDIP Merasa Diganggu di Pilkada Kabupaten Bogor

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler