jpnn.com, JAKARTA - Dana yang dikucurkan pemerintah pusat untuk Program Indonesia Pintar (PIP) mencapai Rp 35,7 triliun.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebut, dalam dua tahun terakhir kartu PIP sudah diterima 70 persen orang tua siswa di seluruh Indonesia sehingga bisa digunakan sebagai pembayaran keperluan sekolah.
BACA JUGA: 7.185 Siswa Madrasah di Sidoarjo akan Terima PIP
Menanggapi proses penyaluran dana pendidikan itu, Ketua Pengurus Besar (PB) Pengusaha Berkarya Rahmat SH mengapresiasi positif.
Menurutnya, dengan pemberian kartu PIP yang bisa berfungsi sebagai ATM diharapkan bisa meminimalisir penyelewangan dana. Baik oleh orang tua siswa maupun siswa itu sendiri. Sehingga, semakin banyak anak yang bisa melanjutkan sekolah.
BACA JUGA: Terima Kasih, Mas Ibas Sudah Bawa PIP untuk Pelajar Magetan
"Saya setuju dengan adanya dana bagi pendidikan yang jumlahnya cukup besar. Diharapkan bisa memperluas akses pendidikan dan membantu anak-anak dari keluarga prasejahtera agar bisa tetap sekolah. Mudah-mudahan tidak ada oknum yang menyelewengkan dana tersebut ," ujar calon legislatif (caleg) daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan II itu, Kamis (25/10).
BACA JUGA: Terungkap, 2,6 Juta Siswa Madrasah tak Tersentuh PIP
Rahmat juga mengapresiasi adanya penurunan anak yang putus sekolah, sejak PIP bergulir. Namun, dia menilai masih banyak daerah yang belum merasakan keadilan dalam hal pendidikan. "Jika dana telah disalurkan secara merata oleh pemerintah, maka seharusnya ditiap kabupaten telah berdiri sarana pendidikan dari tingkat PAUD hingga PTN. Tapi kenyataannya di Dapil saya, masih ada 11 kabupaten termasuk PALI dan Empat Lawang yang masih belum mendapat akses pendidikan secara nyata," kritisnya.
Salah satu contohnya, kata dia, masih banyak lulusan SMA dan sederajat yang harus hijrah ke Palembang jika ingin meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Itu artinya, belum ada akses perguruan tinggi di tempat mereka tinggal.
Hal yang sama juga dia lihat di Penukal Abab Lematang Ilir (PALI). Menurutnya, di kabupaten itu tidak ada perubahan yang signifikan dalam hal pembangunan pendidikan. "Saya melihatnya masih sama seperti 20 tahun lalu, saat sebelum reformasi. Ini artinya, reformasi pendidikan belum sampai di wilayah ini. Kondisi seperti ini yang harus menjadi perhatian pemerintah pusat," tegasnya.
Pemerintah merilis data, bahwa dalam dua tahun terakhir jumlah anak yang putus sekolah di jenjang pendidikan dasar berkurang signifikan dari 60.066 pada 2015/2016 menjadi 32.127 pada 2017/2018. Begitu juga dalam hal rata-rata Lama Sekolah meningkat dari 7,73 tahun pada 2014 menjadi 8,10 tahun pada 2017.
Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) juga meningkat dari 12,39 tahun (2014) menjadi 12,85 tahun (2017). Peningkatan juga terjadi dari sisi Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah. Dari 74,26 persen pada 2014 menjadi 82,84 persen pada 2017.
Sedangkan Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan menengah juga ikut meningkat dari 59,35 persen pada 2014 menjadi 60,37 persen pada 2017. Pemerintah juga mencatat ada 1.407.433 peserta didik lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA), dan 1.300.521 peserta didik lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bamsoet Minta Pemda Seriusi 20 Persen APBD untuk Pendidikan
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad