Dari Hal Sepele Ujaran Kebencian Bisa Memecah Belah Bangsa

Sabtu, 20 Agustus 2022 – 22:41 WIB
Ilustrasi hoaks. Grafis: Rahayuning Putri Utami/JPNN.com

jpnn.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI menggelar webinar literasi digital 'Indonesia Makin Cakap Digital' di wilayah Bali-Nusa Tenggara, Sabtu (20/8).

Pasalnya, ujaran kebencian banyak dijumpai dalam pola komunikasi pada platform media sosial di era digital.

BACA JUGA: Franchise & License Expo Indonesia 2022 Bidik Produk Lokal Go Internasional

”Beberapa hal terkait aspek ujaran kebencian, yakni: ras, warna kulit, etnis, gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama, dan lainnya,” kata Pengajar Stikosa-AWS Muhajir Sultonul Aziz dalam diskusi virtual bertajuk 'Menjadi Netizen Berakhlak Mulia.

Dari beragam aspek tersebut, faktor agama merupakan salah satu aspek yang banyak menjadi sasaran oleh pihak tertentu saat melakukan ujaran kebencian.

BACA JUGA: Soal Pemerataan Pembangunan, Jokowi Dinilai Adil Hingga Sentuh Pelosok Daerah

Sasaran lainnya yakni tentang suku atau ras, perbedaan warna kulit, rambut dan celaan fisik (body shaming), hingga perkara gender.

”Masih banyak ujaran kebencian dari identitas lainnya seperti pilihan politik dan partai. Terkadang, dari hal sepele pun ujaran kebencian bisa memecah belah bangsa,” lanjut Muhajir.

BACA JUGA: Manfaatkan Limbah Sawit, Sandiaga Uno Buka Lapangan Kerja Baru di Riau

Muhajir menambahkan, ujaran kebencian juga merupakan tantangan terbesar negara demokrasi.

Hal itu tak lepas dari ciri negara demokratis yang memberi jaminan kebebasan berpendapat dan berekspresi pada setiap warganya.

”Hindari penghinaan, menghasut, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, pencemaran nama baik, dan hoaks,” serunya.

Sementara, entrepreneur sekaligus owner Malika Farm Dian Ikha Pramayanti menegaskan, meskipun ada kebebasan berekspresi dan menyebarkan konten, namun netizen hendaknya tidak kebablasan terlibat dalam menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian.

Untuk itu, Dian berharap, para netizen mampu membatasi diri dan tidak berkomentar sembarangan.

Artinya, membatasi diri untuk tidak mengunggah hal yang tidak baik, serta mampu berbuat bijak dan berakhlak dalam dunia digital.

”Netizen yang bijak berarti mampu menggunakan akal budinya, dan pandai dalam bercakap. Adapun akhlak, hal itu terkait dengan budi pekerti dan kelakuan,” jelas Dian.

Kegiatan yang diagendakan digelar hingga awal Desember nanti ini diharapkan mampu memberikan panduan kepada masyarakat dalam melakukan aktivitas digital.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler