Pesta sepak bola tidak hanya Euro 2012 di Polandia dan Ukraina. Di Indonesia seharian kemarin juga berlangsung event World Cup Sixes alias Piala Dunia 6 Lawan 6. Ajang itu diikuti tim-tim dari berbagai negara. Personelnya para ekspatriat yang tinggal di Indonesia.
M. DINARSA KURNIAWAN, Jakarta
PARA pemain Iran berteriak kegirangan setelah eksekusi penalti Ali Pahlevani Rad sukses mengoyak gawang Brazil di partai final Piala Dunia 6 Lawan 6 yang diadakan di lapangan International Sport Club of Indonesia (ISCI), Ciputat, Tangerang Selatan, kemarin (9/6).
Pada laga puncak itu, tim Negeri Para Mullah mempecundangi tim Samba dengan skor 9-6 setelah bermain imbang 4-4 dalam waktu normal 2 x 15 menit. Dalam pertandingan tersebut, Iran sempat unggul 3-1, namun Brazil bisa membalikkan kedudukan menjadi 4-3, sebelum disamakan Iran lagi. Pertandingan pun terpaksa ditentukan melalui adu penalti.
Pencapaian Iran dalam turnamen kali ini di luar dugaan. Pasalnya, mereka terhitung tim underdog. Hebatnya lagi, mereka mampu mengalahkan tim favorit Brazil di partai puncak turnamen yang dihelat dari pukul 09.00 sampai malam itu.
Lolos dari grup B, Iran menyingkirkan sejumlah tim kuat seperti Kamerun di fase perempat final dan menekuk Spanyol di babak semifinal. Pada edisi sebelumnya, mereka hanya menempati urutan ke-12. Ini adalah partisipasi kedua Iran dalam turnamen dua tahunan tersebut. Sebagai juara, Iran memperoleh trofi yang bentuknya mirip dengan trofi Piala Dunia, medali, dan dibebaskan dari biaya pendaftaran sebesar Rp 3,5 juta pada penyelenggaraan berikutnya.
"Kami memang sangat berharap bisa jadi juara. Sungguh tak menyangka impian itu jadi kenyataan," ungkap kapten Iran Mehrdad Bamdad yang sudah lima tahun tinggal di Indonesia. "Kunci keberhasilan kami adalah yakin pada kemampuan kami sendiri dan tidak takut pada siapa pun," lanjut pekerja di bidang konstruksi lepas pantai berumur 37 tahun itu.
Carey Williams, ketua penyelenggara World Cup Sixes 2012, mengapresiasi para peserta yang antusias menyambut kejuaraan yang sudah diadakan kali keempat tersebut. Terbukti, 25 tim dari 25 negara berpartisipasi dalam turnamen. Jumlah itu meningkat jika dibandingkan dengan penyelenggaraan sebelumnya yang "baru" 19 negara.
Keterbatasan lapangan yang hanya satu membuat Williams dan panitia harus memutar otak. Sebab, turnamen tersebut hanya berlangsung sehari. Lalu, muncullah ide untuk membagi lapangan sepak bola di kompleks ISCI menjadi empat. Masing-masing berukuran 40 x 30 meter dengan dua gawang berukuran 2,5 x 4,5 meter. Karena ukuran lapangan hanya seperempat dari lapangan bola standar, jumlah pemain setiap tim pun ikut disusutkan.
Williams mengatakan, ide untuk menyelenggarakan turnamen antartim ekspatriat se-Indonesia itu muncul karena para ekspatriat di Jakarta sudah sering mengadakan kompetisi dalam sebuah liga yang disebut The Jakarta International Football League yang diikuti sejumlah klub yang lineup-nya diisi para ekspatriat.
"Kami sudah punya kompetisi di level klub. Lalu, kenapa tidak menggelar turnamen atas nama negara masing-masing. Saat saya menyampaikan ide itu, sambutannya sangat baik," urai lelaki 50 tahun tersebut.
Kebetulan tahun ini pelaksanaannya bersamaan dengan Euro 2012 di Polandia dan Ukraina sehingga atmosfer sepak bolanya jadi lebih terasa. Pada tiga perhelatan sebelumnya Indonesia selalu sukses di tiga besar. Bahkan, pada 2008 tim Merah Putih meraih gelar juara.
Lalu, pada edisi ketiga (2010) Indonesia harus mengakui keunggulan Jerman di partai final. Pada turnamen kali ini Indonesia maupun Jerman gagal masuk perempat final. Indonesia tertahan di urutan ke-12, sedangkan Jerman setingkat di atasnya.
Williams mengatakan, tujuan utama penyelenggaraan World Cup Sixes 2012 adalah menumbuhkan keakraban antarpara ekspatriat yang tinggal di Indonesia. Kendati demikian, suasana persaingan bak turnamen sungguhan juga tetap dijaga. Para ekspatriat pun sangat bersemangat menyambut turnamen itu. Terbukti, mereka berupaya menampilkan pemain-pemain terbaik.
Bahkan, beberapa nama yang sudah malang melintang di dunia sepak bola nasional sebagai pemain maupun pelatih terdaftar sebagai peserta dalam turnamen tersebut. Misalnya, asisten pelatih timnas Indonesia Fabio Oliveira yang membela tim Brazil. Juga, Jules Denis Onana dan Onambele Basile dari Kamerun. Sedangkan Cile diperkuat Rodrigo Araya dan Patricio Acevedo.
Pemain-pemain tersebut tidak hanya berasal dari Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). Sebagian harus memanggil para ekspatriat yang berdomisili di kota lain. Misalnya, tim Italia yang merekrut pemain dari Bandung dan Jerman yang mendatangkan Timo Scheunemann, mantan pelatih Persema, yang berdomisili di Malang. Timo tak bisa berlama-lama di lapangan karena cedera punggungnya kambuh.
Akibatnya, tim Panser "sebutan Jerman" pun gagal mempertahankan gelar juara. Timo datang bersama istrinya, Devi Scheunemann, serta kedua anak mereka, Shania Cinta Sheunemann dan Brandon Marsel Scheunemann.
Bukan hanya nama-nama pesepak bola atau pelatih terkenal yang ikut ambil bagian dalam game ini. Mike Lewis, model dan bintang sinetron, juga menyempatkan hadir. Mantan suami aktris Tamara Bleszynski itu menjadi striker tim Kanada, negara asalnya. Sayang, lelaki yang pernah membintangi sinetron Tersanjung tersebut tak sanggup menghindarkan tim berbendera daun maple tersebut dari keterpurukan.
Kanada mengakhiri turnamen tanpa poin dan harus menerima kenyataan, berada di posisi terbawah di antara 25 tim. "Ini kali pertama saya ikut turnamen ini. Tapi, saya tidak bisa berbuat banyak. Kami kalah terus sepanjang turnamen," tutur pria kelahiran Tokyo, 30 tahun lalu, itu.
Para pemain yang didaftarkan harus menjalani verifikasi dengan ketat oleh panitia. Peraturannya, pemain harus benar-benar berkewarganegaraan sama dengan tim negara yang dibela. Kalau ada yang memiliki dua kewarganegaraan, dia harus memilih salah satu. Misalnya, Rudy Priyambada, orang Indonesia yang memiliki permanent residence di Australia yang kemudian memilih memperkuat tim Negeri Kanguru. Dengan demikian, pada edisi-edisi berikutnya, dia tidak bisa memperkuat tim lain, termasuk tim Indonesia.
Kendati tujuan game hanya untuk fun dan menjalin persahabatan, para peserta bermain penuh semangat di lapangan. Body charge dan tekling-tekling keras juga kerap dilayangkan ke kaki lawan. Bahkan, sempat terjadi keributan kecil saat Brazil bersua Skotlandia di semifinal.
Seperti halnya dalam turnamen yang menjadi agenda FIFA (Federasi Sepak Bola Dunia), tim-tim yang bertanding mengenakan jersey kebanggaan negara masing-masing. Contohnya, Brazil yang tampil dengan kostum kuning-kuning dan De Oranje Belanda yang tampil dengan seragam oranye.
Bara semangat para pemain yang tengah berjibaku di lapangan juga menular sampai ke tribun penonton. Misalnya, dalam pertandingan penyisihan di grup B yang mempertemukan Prancis dan Denmark, suporter Prancis yang mengenakan kostum biru-biru tak henti berteriak ”Allez Les Bleus” seolah mereka sedang menyaksikan tim kebanggaannya bertanding di Stade de France, Paris.
Suporter Denmark pun tak mau kalah. Mereka mengibarkan Dannebrog, bendera negara mereka yang berwarna merah dengan salib putih melintang di tengahnya. Begitu juga dengan pendukung Jerman yang mengecat wajah mereka dengan warna hitam, merah, dan kuning. "Meski sifatnya fun, turnamen ini penuh sportivitas dan tidak main-main," tandas Williams. (*/c10/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Teuku Chandra Adiwana, Peneliti dan Konsultan Nama-Logo
Redaktur : Tim Redaksi