JAKARTA - Harapan para guru untuk segera menikmati rapelan trimester pertama tunjangan profesi pendidik (TPP) sepertinya harus ditahan. Meskipun uang rapelan itu sudah ada di pemkot atau pemkab, ternyata masih belum bisa dicairkan. Kekacauan data penerima membuat pencairan sementara mampet.
Pemerintah sudah menetapkan, pencairan TPP dilakukan dengan cara dirapel tiga bulan sekali. Sehingga, dalam setahun para guru yang lolos sertifikasi berhak menerima TPP sebanyak empat kali. Khusus untuk guru PNS, nominal bulanan TPP setara dengan gaji pokok yang mereka dapatkan. Sedangkan untuk guru non-PNS, besaran TPP diputuskan Rp 1,5 juta per bulan per orang.
Kabar penyebab terhambatnya pengucuran TPP ini sempat simpang siur. Kabar pertama muncul dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Ketua Umum PB PGRI Sulistyo menuturkan, sudah mengecek di sejumlah daerah memang benar jika uang TPP sudah dicairkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Sulistyo mendapatkan informasi jika pencairan untuk guru SD dan SMP cukup seret. "Yang membuat pemda belum juga mencairkan, karena SK dari Dirjen Dikdas Kemendikbud belum keluar," tandas pria yang juga menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu.
Dia menerangkan, untuk pencairan TPP guru SD-SMP dan sederajat harus lebih dulu didasari SK dari Dirjen Pendidikan Dasar (Dikdas) Kemendikbud. Sedangkan untuk TPP guru SMA dan sederajat wajib didasari Sk dari Dirjen Pendidikan Menengah (Dikmen) Kemendikbud.
Dikonfirmasi terpisah, Plt Dirjen Dikdas Kemendikbud Suyanto menuturkan tidak benar jika SK untuk legalitas pengucuran TPP itu belum dia buat. "SK itu sudah saya terbitkan. Satu SK untuk satu nama guru penerima TPP," katanya.
Mantan rektor UNY itu mencoba meluruskan keadaan yang terjadi di lapangan sehingga membuat pencairan TPP masih mampet. Suyanto menjelaskan, ternyata SK yang sudah dia teken itu di tolak oleh pemerintah daerah dalam hal ini pemkab atau pemkot. Tidak tanggung-tanggung, SK pencairan TPP yang ditolak pemkab atau pemkot itu mencapai sekitar 70 persen. "Ujung dari penolakan itu, daerah minta ada verifikasi ulang," tandasnya.
Suyanto menuturkan, banyak sekali penyebab munculnya penolakan dari pemkab atau pemkot itu. Diantaranya adalah, setelah dilakukan pengecekan oleh pihak pemkab atau pemkot, guru yang sudah ada SK-nya itu ternyata tidak layak menerima TPP. Penyebabnya antara lain guru yang bersangkutan sudah tidak lagi mengajar 24 jam pelajaran per pekan atau juga karena terjadi perubahan nama.
Suyanto memaklumi sikap pemda yang menolak atas dasar tersebut. Dia mengatakan, pemda wajar jika tidak mau mengucurkan TPP untuk guru yang sudah tidak sesuai peraturan. "Pemda tentu tidak ingin diusut KPK karena mencairkan tunjangan profesi tidak tepat sasaran," katanya.
Kasus perubahan nama juga masih dominan menjadi penyebab tidak kunjung dicairkannya TPP. "Setelah naik haji, ada tambahan H di namanya sudah tidak bisa diproses," tutur Suyanto. Sebab, penambahan H tadi sudah membuat nama seorang guru berbeda dengan di SK yang sudah diteken Suyanto.
Penyebab seretnya pengucuran TPP berikutnya adalah, banyak rekening guru yang sudah mati. Kondisi ini wajar, karena bisa jadi para guru hanya menggunakan rekening ini untuk menampung sementara kucuran TPP. Setelah beberapa saat tidak ada transaksi atau tidak ada isinya sama sekali, maka rekening ini ditutup.
Menyikapi persoalan ini, Suyanto siap melakukan verifikasi ulang daftar penerima TPP. Dia belum berani menjanjikan kapan pencairan TPP bisa digulirkan. "Kondisi guru di lapangan itu sangat dinamis," katanya. Pada intinya, Suyanto mengungkapkan pemda tidak mau mengucurkan TPP hanya untuk sebagian guru. Pemda hanya mau mencairkan TPP jika seluruh guru penerima sudah sesuai ketentuan.
Sementara itu, keterlambatan pengucuran TPP untuk guru tingkat SMA dan sederajat memang disebabkan karena SK pengucuran belum turun. Dirjen Dikmen Kemendikbud Hamid Muhammad menuturkan, pencairan TPP dari Kemenkeu masih berlangsung beberapa saat lalu. Dia mengatakan, akan segera memproses penerbitan SK untuk setiap guru yang berhak mendapatkan TPP. Dia juga mengantisipasi adanya perubahan kondisi guru di lapangan. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perpisahan dengan Coratââ¬âcoret, Miras, dan Seks
Redaktur : Tim Redaksi